P3UW Lampung
sarana informasi komunitas Petambak Plasma PT. AWS. Bumi Dipasena, Rawajitu Timur.
02 Juni 2010
Akad Kredit Modal Kerja Petambak Plasma Eks Dipasena Janggal
Jum'at, 28 Mei 2010 | 11:38 WIB
TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena mensinyalir ada kejanggalan penandatanganan kredit modal kerja dan kredit investasi PT Aruna Wijaya Sakti atau eks Dipasena sebesar Rp 126 juta ke sekitar 2.500 orang petambak plasma.
Menurut Perhimpunan, itu merupakan strategi CP Prima induk perusahaan PT. Aruna Wijaya Sakti mengatasi kesulitan keuangan. Tudingan para petambak itu dengan menghubungkan proses revitalasasi berjalan lamban.
“Baru lima dari 16 blok yang sudah direvitalisasi. Perbaikan kanal dan saluran air berjalan sangat lamban. Perusahaan seperti terengah-engah,” kata Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena, Nafian Fais.
Nafian menghitung dengan dana segar dari sekitar 2.500 petambak yang telah menandatangani akad kredit sebesar Rp 126 juta itu bisa terkumpul sekitar Rp 3 trilyun. Terlebih, semua uang petambak dikelola perusahaan inti.
“Dengan dana sebesar itu, tidak ada gunanya perjanjian revitalisasi onsorsium Neptune –CP Prima dengan pemerintah. Untuk apa uang sebesar Rp 1,7 trilyun yang dijanjikan untuk revitalisasi,” katanya.
Menurut perjanjian jual-beli aset peninggalan Syamsul Nursalim itu, konsorsium mengambil alih Dipasena Group dengan banderol Rp 2,388 trilyun. Mereka hanya membayar Rp 688 milyar.
Sisanya, Rp 1,7 trilyun, dibayar dalam bentuk escrow account atau dana untuk merevitalisasi plasma dan perusahaan inti. Plasma berhak atas modal kerja, modal usaha serta perbaikan saluran air dan sarana umum.
Uang sebesar itu juga digunakan untuk memperbaiki, operasional, dan membyar hutang perusahaan. “Jadi jika mereka tidak melakukan revitalisasi, sebenarnya negara telah dirugikan,” katanya.
NUROCHMAN ARRAZIE
Label:
nafian faiz,
p3uw lampung,
plasma pt cp prima
31 Mei 2010
Ribuan Petambak Plasma Dipasena Keluhkan Rendahnya Harga Udang
Ribuan Petambak Plasma Dipasena Keluhkan Rendahnya Harga Udang
Rabu, 26 Mei 2010 | 12:16 WIB
Besar Kecil Normal
foto
TEMPO/Arie Basuki
TEMPO Interaktif, Tulangbawang — Ribuan petambak eks dipasena mengeluhkan penentuan harga udang vanamei oleh PT Aruna Wijaya Sakti yang sangat rendah. Mereka mengatakan harga udang yang dipatok perusahaan inti tersebut lebih rendah dari harga pasaran.
“Mereka menentukan harga seenaknya. Jauh lebih rendah dari perusahaan lain di Sumatera” kata Erwosadi, salah seorang petambak, Rabu (26/5).
PT Aruna Wijaya Sakti, anak perusahaan CP Prima, kata dia, membeli udang petambak plasma sebesar Rp 31 ribu per kilogram. Padahal, di pasaran lokal harga udang vanamei mencapai Rp 35 ribu per kilogramnya. “Itu pun kualitas udang jauh lebih rendah dari udang kami. Udang dari petambak dipasena lebih fresh karena baru dipanen,” kata Ketua Biro Ekonomi Perhimpunan Petambak Plaswa Udang Windu Dipasena itu.
Akibat pemberlakuan harga di bawah standar itu, para petambak meski hasil panennya bagus tetap saja merugi. Belum lagi, perusahaan inti menentukan harga pakan dan obat-obatan terlalu tinggi. “Biaya produksi membengkak sementara harga jual terus merosot,” katanya.
Selain faktor harga, petambak juga merasa dirugikan dengan penentuan standardisasi kualitas udang yang perhitungannya di bawah standar pasar nasional. Dia mengatakan PT AWS menentukan kadar udang First Quality (FQ) atau udang kualitas terbaik setiap tonnya hanya 40 persen.
“Artinya, dalam setiap satu ton udang yang disetor ke coolstorage hanya sekitar 4 kuintal saja yang dinyatakan kualitas bagus dan dibayar dengan harga tertinggi atau Rp 31 ribu per kilogram. Sisanya dibayar di bawah harga itu,” katanya.
Erwosadi membandingkan dengan perusahaan sejenis di Lampung. Penentuan FQ udang jauh lebih tinggi yaitu mencapai 85 persen. Padahal, perusahaan pengelola coolstorage lain di Lampung menerima udang dengan kualitas lebih rendah.
“Mereka menerima udang yang telah dua hingga empat hari setelah dipanen. Sementara kami menyetor udang yang masih fresh dan hanya dua jam setelah panen langsung disetor. Tentu lebih bagus dan seharusnya tingkat FQ-nya lebih tinggi,” katanya.
Petambak menuding PT AWS memberlakukan harga udang milik petambak dipasena sangat rendah untuk menopang CP Prima yang sedang kesulitan keuangan karena saat ini dua perusahaan tambak mereka yatu PT Central Pertiwi Bahari dan PT Wahyu Mandira tidak produksi.
“Mereka menggencet kami untuk menutupi beban keuangan akibat tidak beroperasinya dua perusahaan itu,” kata Nafian Faiz, Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena.
Dengan penentuan harga udang seperti itu, kata dia, PT AWS akan mengeruk keuntungan sangat besar. Terlebih mereka juga mengeruk keuntungan dari harga pakan dan obat-obatan. “Sementara kami terus merugi dengan beban utang yang menggunung,” katanya. Ia menambahkan, beban utang para petambak plasma saat ini mencapai Rp 70 juta hingga Rp 100 juta.
Label:
p3uw lampung,
pt AWS,
pt sp prima
Langganan:
Postingan (Atom)