31 Mei 2010

Ribuan Petambak Plasma Dipasena Keluhkan Rendahnya Harga Udang

Ribuan Petambak Plasma Dipasena Keluhkan Rendahnya Harga Udang Rabu, 26 Mei 2010 | 12:16 WIB Besar Kecil Normal foto TEMPO/Arie Basuki TEMPO Interaktif, Tulangbawang — Ribuan petambak eks dipasena mengeluhkan penentuan harga udang vanamei oleh PT Aruna Wijaya Sakti yang sangat rendah. Mereka mengatakan harga udang yang dipatok perusahaan inti tersebut lebih rendah dari harga pasaran. “Mereka menentukan harga seenaknya. Jauh lebih rendah dari perusahaan lain di Sumatera” kata Erwosadi, salah seorang petambak, Rabu (26/5). PT Aruna Wijaya Sakti, anak perusahaan CP Prima, kata dia, membeli udang petambak plasma sebesar Rp 31 ribu per kilogram. Padahal, di pasaran lokal harga udang vanamei mencapai Rp 35 ribu per kilogramnya. “Itu pun kualitas udang jauh lebih rendah dari udang kami. Udang dari petambak dipasena lebih fresh karena baru dipanen,” kata Ketua Biro Ekonomi Perhimpunan Petambak Plaswa Udang Windu Dipasena itu. Akibat pemberlakuan harga di bawah standar itu, para petambak meski hasil panennya bagus tetap saja merugi. Belum lagi, perusahaan inti menentukan harga pakan dan obat-obatan terlalu tinggi. “Biaya produksi membengkak sementara harga jual terus merosot,” katanya. Selain faktor harga, petambak juga merasa dirugikan dengan penentuan standardisasi kualitas udang yang perhitungannya di bawah standar pasar nasional. Dia mengatakan PT AWS menentukan kadar udang First Quality (FQ) atau udang kualitas terbaik setiap tonnya hanya 40 persen. “Artinya, dalam setiap satu ton udang yang disetor ke coolstorage hanya sekitar 4 kuintal saja yang dinyatakan kualitas bagus dan dibayar dengan harga tertinggi atau Rp 31 ribu per kilogram. Sisanya dibayar di bawah harga itu,” katanya. Erwosadi membandingkan dengan perusahaan sejenis di Lampung. Penentuan FQ udang jauh lebih tinggi yaitu mencapai 85 persen. Padahal, perusahaan pengelola coolstorage lain di Lampung menerima udang dengan kualitas lebih rendah. “Mereka menerima udang yang telah dua hingga empat hari setelah dipanen. Sementara kami menyetor udang yang masih fresh dan hanya dua jam setelah panen langsung disetor. Tentu lebih bagus dan seharusnya tingkat FQ-nya lebih tinggi,” katanya. Petambak menuding PT AWS memberlakukan harga udang milik petambak dipasena sangat rendah untuk menopang CP Prima yang sedang kesulitan keuangan karena saat ini dua perusahaan tambak mereka yatu PT Central Pertiwi Bahari dan PT Wahyu Mandira tidak produksi. “Mereka menggencet kami untuk menutupi beban keuangan akibat tidak beroperasinya dua perusahaan itu,” kata Nafian Faiz, Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena. Dengan penentuan harga udang seperti itu, kata dia, PT AWS akan mengeruk keuntungan sangat besar. Terlebih mereka juga mengeruk keuntungan dari harga pakan dan obat-obatan. “Sementara kami terus merugi dengan beban utang yang menggunung,” katanya. Ia menambahkan, beban utang para petambak plasma saat ini mencapai Rp 70 juta hingga Rp 100 juta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar