07 Mei 2010
Fadel Belum Bisa Panggil CP Prima
Home / Bisnis
Selasa, 04 Mei 2010 | 11:06
KISRUH DIPASENA
Fadel Belum Bisa Panggil CP Prima
JAKARTA. Rencana Menteri Keluatan dan Perikanan Fadel Muhammad untuk memanggil CP.Prima bakal kandas. Soalnya, pihak Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP) belum juga menemukan adanya klausul yang memperkuat pemanggilan dalam perjanjian jual beli eks Dipasena atau Aruna Wijaya Sakti (AWS). Sementara Fadel mengkhawatirkan nasib produksi udang CP. Prima karena dinilai gagal dalam melakukan revitalisasi.
“Kita belum menemukan adanya klausul dalam perjanjian jual beli dari PPA (Perusahaan Pengollaan Aset ) Kerjasama yang memungkinkan kami memanggil C.P. Prima,” kata Made L. Nurdjana, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya.
Made menyebutkan, dirinya belum bisa melakukan pemanggilan terhadap CP. Prima karena belum memiliki dasar hukum.
Sekadar kilas balik, Made mendapat perintah dari Fadel Muhammad untuk mencari peluang atau kekuatan hukum dari pemerintah untuk memanggil CP. Prima. Hanya saja, Made belum mendapatkan bukti perjanjian yang kuat untuk memanggil pengelola tambak terbesar di Asia tersebut.
Fadel merasa program revitalisasi industri tambak udang yang di kelola CP Prima tersebut mandeg dijalan. Ia mengantongi laporan yang menunjukkan bahwa program revitalisasi tambak yang wajib dilakukan CP Prima tersebut tidak sesuai dengan harapannya. Itu sebabnya, Fadel sempat meminta CP Prima untuk menjual aset tersebut.
Asnil Bambani Amri
CPRO Mulai Jadwalkan Revitalisasi Tambak AWS
Ekonomi
05/05/2010 - 16:10
CPRO Mulai Jadwalkan Revitalisasi Tambak AWS
INILAH.COM, Jakarta - PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) menegaskan sudah ada penjadwalan untuk merevitalisasi petambak udang PT Aruna Wijaya Sakti (AWS).
Hal ini disampaikan Mahar A Sembiring, Wakil Direktur Utama CP Prima dalam acara jumpa pers bersama PT Central Proteinaprima Tbk & petani plasma di Jakarta, Rabu (5/5). "Terhadap tambak-tambak tersebut sudah ada penjadwalan. Sejak bulan April sudah berjalan, kemungkinan sejak bulan Mei akan kembali normal melakukan penebaran tambak," ujarnya.
Menurutnya, dalam budidaya udang CPRO memang memiliki target produksi. "Tapi kita tidak bisa memberikan kepastian berapa targetnya. Tapi kita punya schedule penebaran tambak udang. Kalau ada pemaksaan tebar akan berakibat kurang baik. Jadi lebih baik menjaga pembudidayaan daripada memaksakan yang akan merugikan," tukasnya.
Akhir-akhir ini tersiar bahwa ada permasalahan dalam hubungan kerjasama kemitraan antara Perusahaan Inti dan Petambak Plasma yang tergabung dalam PT CP Prima.
Keterlambatan pelaksanaan rencana revitalisasi awal di petambak udang PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) disebabkan berbagai kendala dan para petambak plasma dapat memahami dan menerima keterlambatan tersebut.
Dalam hal ini, perwakilan plasma menyayangkan pemberitaan Menteri DKP tentang adanya investor baru, mengingat hubungan investor dengan plasma bukan sekadar jual beli asset, melainkan transaksi kepercayaan yang membutuhkan pembinaan.
Terkait virus, CPRO sudah melakukan berbagai upaya termasuk penjelasan metode baru dengan menggunakan anti virus. "Memang ada tambak yang terkena virus, tapi sudah bisa diatasi. Kami merasa dengan berbagai macam perubahan pola pembudidayaan dan penanganannya. Tapi memelihara udang ini butuh waktu berbulan-bulan, jadi proses perbaikan itu butuh waktu," tukasnya.
Mengenai produksi, tentunya ada peningkatan produksi. "Mungkin akhir tahun ini kita mengharapkan banyak tambak udang yang beroperasi. Kalau melihat dari perkembangannya kita bisa sesuaikan dengan jadwal yang ada," katanya.
Pendanaannya itu akan berasal dari pinjaman bank dan kas internal perusahaan. [cms]
CP Prima tak akan alihkan tambak eks Dipasena
Rabu, 05/05/2010 17:51:46 WIB (bisnisonline)
CP Prima tak akan alihkan tambak eks Dipasena
Oleh: Diena Lestari
JAKARTA (Bisnis.com): Manajemen PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) bersikukuh untuk tetap melakukan revitalisasi tambak Aruna Wijaya Sakti (eks Dipasena) di Lampung dan belum merencanakan untuk mengalihkan ke investor lain.
"Apakah ada jaminan ketika dialihkan ke investor baru kondisinya akan menjadi bagus?" kata Komisaris Utama CP Prima Hardian Purawimata Widjonarko di Jakarta petang ini.
Dia menyatakan yang sedang dilakukan perusahaan adalah berupaya memenuhi jadwal revitalisasi sesuai dengan perjanjian. Dia mengatakan yang dihadapi saat ini bukan semata-mata masalah jual beli aset, tapi untuk perusahaan yang penting adalah kepercayaan.
Dia mengatakan masalah pendanaan tidak menjadi masalah bagi perusahaan. Hardian menyatakan opsi mengenai investor baru dari Malaysia dan dalam negeri berasal dari pemerintah. "Kami tidak pernah menawarkan tentang adanya investor baru. Itu bukan dari kami," ujarnya.
Pada kesempatan itu, dia menyatakan, perusahaan pada saat bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan beberapa waktu lalu tidak pernah ada pernyataan pemberian batas waktu revitaliasi yang akan habis pada pertengahan Mei ini.
Komut mengungkapkan pada pertemuan dengan Menteri KP itu dilakukan karena manajemen ingin memberikan penjelasan yang benar mengenai kondisi di tambak eks Dipasena tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad belum lama ini menyatakan telah siap dua investor baru asal Malaysia dan dari dalam negeri yang sudah memiliki fresh money yang akan digunakan untuk mengakuisisi tambak eks Dipasena itu.
"Nama perusahaan yang sudah siap itu belum dapat saya sebutkan. Yang jelas batas waktu yang diberikan akan habis pada Mei ini. Kami tunggu laporan dari perusahaan untuk hasilnya," katanya.
Dia mengatakan tiga opsi yang ditawarkan pemerintah kepada CP Prima, pertama, meneruskan revitalisasi dengan dana sendiri. Kedua, mencari sumber pembiayaan lain apabila dana perusahaan tak mencukupi. Ketiga, menjual aset tambak udang plasma PT AWS kepada perusahaan lain jika perusahaan tidak dapat meneruskan revitalisasi.
Langkah yang diambil Menteri ini bersumber dari laporan yang menyatakan bahwa CP Prima tidak melakukan langkah revitalisasi dengan benar. Dia mengatakan dari revitalisasi direncanakan di 16 blok tambak plasma di areal 16.250 hektare itu, sampai saat ini baru lima blok yang direvitalisasi.(msb)
RATUSAN PETAMBAK DIPASENA UNJUK RASA
Selasa, 04 Mei 2010 | 19:34 WIB
RATUSAN PETAMBAK DIPASENA UNJUK RASA
TEMPO/ Budi Purwanto
TEMPO Interaktif, Lampung - Sekitar 800 petambak plasma PT. Aruna Wijaya Sakti, pemilik baru perusahaan udang Dipasena, berunjuk rasa menuntut penuntasan revitalisasi tambak milik mereka. Menurut petambak, sejak diakuisisi oleh konsorsium Neptune dan CP Prima, nasib mereka justru terkatung-katung.
“Perbaikan infrastruktur tambak seperti kanal atau saluran air sangat lambat dan molor dari jadwal yang telah disepakati. Petambak hidup menderita karena tanpa penghasilan,” kata Purdiyanto, Kepala Kampung Bumi Dipasena Agung, Selasa (4/5).
Ratusan petambak yang berunjuk rasa itu mengaku kecewa karena revitalisasi tambak lambat. Purdiyanto mengaku saat ini ribuan petambak yang mendiami 10 blok yang belum direveitalisasi hidup mengenaskan. “Mereka menggantungkan hidup dari hanya mencari ikan di kanal tambak dan hutan Rp. 900 ribu dari perusahaan,” kata dia.
Padahal saat perusahaan konsorsium Citra Proteina Prima mengakuisisi perusahaan tambak milik Syamsul Nursalim, mereka seperti sangat percaya diri. Perusahaan, kata dia, menjanjikan revitalisasi kelar dalam 2 tahun. “Sekarang, sejak akhir 2007 baru 6 blok dari 16 blok yang direvitalisasi,” kata dia.
Menurut perjanjian jual-beli aset peninggalan Syamsul Nursalim itu, konsorsium mengambil alih Dipasena Group dengan banderol Rp. 2,388 triliun. Mereka hanya membayar Rp. 688 miliar. Sisanya, Rp. 1,7 trilyun, dibayar dalam bentuk escrow account atau dana untuk merevitalisasi plasma dan perusahaan inti. “Sisanya untuk modal kerja plasma, modal usaha serta perbaikan saluran air dan saran umum. Tapi perusahaan ingkar janji. Revitalisasi tinggal janji,” tegas dia.
Sementara itu Ketua Lembaga Manajemen Plasma Kampung Bumi Dipasena Utama, Thowilun juga mengaku kecewa dengan itikad buruk PT. Aruna Wijaya Sakti. Para petambak ngluruk kantor perusahaan, kata dia, karena kecewa perwakilan petambak yang diundang untuk membicarakan nasib revitalisasi ditinggal begitu saja. “Perusahaan mengundang kami untuk rapat, tapi tidak satu pun dari mereka yang menampakkan diri. Mereka kabur” kata dia.
Menurut Purdiyanto, para petambak mengancam akan melakukan unjuk rasa besar-besaran dan meminta pemerintah membatalkan kepemilikan CP Prima dan mencari investor lain. Petambak menilai perusahaan gagal dan hanya mengincar aset perusahaan yang ditinggalkan oleh Syamsul Nursalim. “Mereka nafsu besar tapi tenaga kurang,” kata dia.
Hingga berita diturunkan, Tempo masih mencoba menghubungi pihak PT Aruna Wijaya Sakti terkait tuntutan tersebut.
NURROCHMAN ARRAZIE
Timteng dan Eropa Timur Pasar Baru Udang Lampung
Timteng dan Eropa Timur Pasar Baru Udang Lampung
Komoditas Udang
Senin, 12 April 2010 | 00:09 WIB
Laporan Wartawan Tribun Lampung, M Akhiruddin
TRIBUN LAMPUNG, co.id- PASAR udang Lampung semakin besar. Hal ini seiring dibukanya pasar baru ke Timur Tengah dan Eropa Timur. Pasar baru tersebut diproyeksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dibuka pada tahun ini.
Negara Timur Tengah (Timteng) yang menjadi sasaran yakni Iran dan Arab Saudi. Pemilihan ke dua negara ini karena daya serap pasar terhadap produk udang sangat tinggi.
"Proyeksi pasar baru ini dicanangkan pada akhir tahun lalu, kami pihak daerah membantu memediasi pengusaha daerah dan pihak pusat untuk memasarkan produk udang Lampung ke pasar baru tersebut," jelas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung Hermansyah didampingi Kasi Pengawasan dan Pengendalian Mutu DKPEndro Basuki baru-baru ini.
Penjajakan pasar baru itu dilakukan pemerintah pusat. Di Lampung, sudah ada tiga perusahaan yang mendaftarkan diri untuk memasok udang ke negara tersebut. Ketiganya, yakni PT Central Pertiwi Bahari (CPB), PT Centra Proteina Prima (CP Prima), dan PT Indokom Samudra Persada.
Volume ekspor udang Lampung sendiri tahun 2009 mencapai 34.551,54 ton dengan nilai ekspor USD 222.701.741,11. PT CP Prima merupakan perusahaan yang tercatat sebagai pengekspor udang tertinggi. Volume ekspornya mencapai 18.230,94 ton dengan nilai USD 119.042.938,87.
"Amerika Serikat sejauh ini masih tercatat sebagai pasar terbesar untuk komoditas udang kita," tandas Endro.
Sepanjang 2009, negeri Paman Sam tersebut mengimpor sebanyak 8.682 ton dengan nilai USD 57.041.692,75. Peringkat kedua adalah Jepang sebanyak 3.234 ton dengan nilai USD 21.188.254,15. "Meski kita membuka pasar baru, tentunya pasar yang konvensional tidak akan kita tinggalkan," pungkas Endro.(*)
Editor: Rdi
Otoritas bursa diminta menghentikan sementara (suspensi) saham Central Proteinaprima
sumber info :http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=49051
Senin, 05 April 2010
JAKARTA – Otoritas bursa diminta menghentikan sementara (suspensi) saham Central Proteinaprima Tbk (CPRO) karena kinerja perusahaan tambak udang tersebut cenderung menurun.Kepala Riset Citi Pacific Hendri Effendi, di Jakarta, Kamis (1/4), mengatakan kinerja keuangan CPRO cenderung kurang baik dalam beberapa tahun terakhir sehingga investor enggan mengoleksi sahamnya.
”Yang terpenting, kasus gagal bayar bunga kupon jangan sampai terjadi lagi karena kreditor bisa-bisa memailitkan CP Prima, dan para investor bisa meminta otoritas bursa dan pasar modal untuk menyuspensi lagi perdagangan saham CPRO,” katanya. Selama ini, lebih banyak berita negatif daripada positif yang berpotensi menurunkan harga saham CPRO. Akibatnya, harga saham tetap bertahan di level 50 rupiah per unit.
Sebelumnya, CP Prima gagal bayar (default) bunga kupon surat utang senilai 17,9 juta dollar AS, belum lama ini, seiring adanya serangan virus sehingga kinerja keuangan terganggu. Perseroan, melalui anak usahanya, Blue Ocean Resources Ltd, melakukan emisi obligasi senilai 325 juta dollar AS pada 2007 dan akan jatuh tempo pada 2012.
Fitch Ratings, sebelumnya, menilai CP Prima kemungkinan besar gagal membayar bunga kupon tepat waktu seiring kian memburuknya kinerja keuangan perseroan.
Ant/E-1
REVITALISASI TAMBAK UDANG DIPASENA TERANCAM GAGAL
amis 22. of April 2010 13:04
REVITALISASI TAMBAK UDANG DIPASENA TERANCAM GAGAL
Jakarta, Program revitalisasi tambak udang eks Dipasena diperkirakan gagal terealisasi sampai akhir tahun ini, lantaran PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) diduga tidak mempunyai dana.
Hal ini mengakibatkan sebagian besar petambak plasma kesulitan membiayai kehidupan sehari-hari.
Salah satu petambak plasma Dipasena, Thowilun di Jakarta Rabu mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, ia bersama sekitar 500 warga petambak lain terlambat panen udang.
Panen udang biasanya dilakukan setiap 45 hari sekali, tapi akhir-akhir ini menjadi tiga atau empat bulan sekali. Hal itu tentunya akan mempengaruhi produksi, pendapatan petambak, dan kinerja keuangan CP Prima, katanya.
Keterlambatan panen udang tersebut disebabkan benur yang seharusnya diperoleh dari CP Prima dalam bentuk barang jadi tidak datang tepat pada waktunya. "Manajemen perusahaan berdalih kesulitan keuangan," kata Thowilun.
Namun, Manager komunikasi internal dan eksternal CP Prima George H Basoeki membantah keterlambatan penyebaran benur, karena hanya terjadi Januari lalu akibat musim hujan.
Namun, sejak Februari lalu hingga saat kini tidak ada lagi masalah dengan pasokan benur. "Saya kira, tidak ada masalah lagi dengan benur dan jadwal sudah berjalan dengan baik," tuturnya.
Terkait program revitalisasi Dipasena, George mengatakan, manajemen CP Prima tetap berkomitmen merealisasikan sesuai jadwal yang ditetapkan.
Penjualan bersih CP Prima merosot 16,37 persen menjadi Rp6,83 triliun pada 2009 dibanding tahun sebelumnya senilai Rp8,17 triliun. Penurunan ini antara lain dipicu anjloknya harga udang di pasar internasional dan penurunan volume ekspor ke berbagai negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa. Sebab, ekonomi di AS dan Eropa belum pulih total.
Kendati penjualan turun, manajemen CP Prima dapat menekan kerugian sekitar 47 persen menjadi Rp217,17 miliar dari tahun sebelumnya Rp407,18 miliar.
Campur Tangan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik mendesak pemerintah harus menyelamatkan program revitalisasi tambak udang plasma eks Dipasena yang dikelola PT Aruna Wijaya Sakti, anak usaha CP Prima.
Bila pemerintah membiarkan hal tersebut berlarut-larut, nasib sekitar 13.000 petambak dan pekerja tambak akan terkatung-katung.
Ia mengatakan pasca akuisisi aset Dipasena Citra Darmaja 2007, CP Prima berkomitmen memperbaiki sarana dan prasarana tambak pada 16 blok tambak plasma di delapan desa di areal 16.250 hektare (ha). Namun, revitalisasi tambak itu mundur dari jadwal semula Agustus 2009 menjadi September 2011.
"Hingga kini, baru lima blok yang telah direvitalisasi. Jadi, pemerintah perlu membuat satuan tugas khusus guna mengaudit lingkungan, upaya hukum untuk melindungi kehidupan pekerja, dan petambak, serta produksi udang nasional," katanya.
Pasca akuisisi Dipasena di Lampung dan Sumsel, CP Prima menguasai lebih dari 60 persen produksi udang nasional per tahun. Karena itu, lanjut Riza, pembiaran praktik monopoli ini berimbas pada tidak terkontrolnya ekspansi industri udang.
"Akibat belum adanya regulasi penangkal, sejak 2005 hingga kini Indonesia terbukti tidak memiliki nilai tawar yang kuat guna menjaga harga produk udang ekspor ke negara lain yang menguntungkan petambak," katanya.
Ia mengakui, tanpa diikuti regulasi yang jelas, pemerintah sulit membatasi kegiatan monopoli usaha yang dilakukan korporasi pertambakan multinasional di Indonesia, termasuk CP Prima. (ant)
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/content/read/revitalisasi-tambak-udang-dipasena-terancam-gagal/
Revitalisasi Tambak Udang Terbesar di Asia Tenggara Terancam Gagal
Republika OnLine » Breaking News » Ekonomi
Revitalisasi Tambak Udang Terbesar di Asia Tenggara Terancam Gagal
Rabu, 28 April 2010, 16:51 WIB
BANDAR LAMPUNG--Proyek revitalisasi tambak udang terbesar se-Asia Tenggara di Rawajitu, Kabupaten Tulangbawang, Lampung, terancam gagal. Plasma PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) -- anak perusahaan Central Proteinaprima (CP Prima), tidak berproduksi lagi, sejak tahun lalu.
Menurut Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, janji yang tidak ditepati PT CP Prima untuk merevitalisasi tambak udang windu bekas PT Dipasena Citra Darmaja ini, sudah mengganggu kehidupan plama untuk hidup sejahtera. "Investor seperti ini jangan lagi masuk ke Lampung. Jangan permainkan plasma dengan janji-janji," kata Mirza di Bandar Lampung, Rabu (28/4).
Menurut dia, pihak investor tambak udang ini telah mendapat kemudahan dari daerah untuk mengelola tambak udang yang sudah terbengkalai beberapa lama, dari PT DCD kepunyaan Sjamsul Nursalim. Sebelumnya, kata dia, pihak investor sudah menyanggupi untuk memenuhi kreteria kesepakatan dengan plasma agar proses revitalisasi berjalan lancar.
"Namun, sekarang dengan alasan krisis, mereka menyalahkan plasma yang tidak kualified produksi udangnya, sehingga investor lepas tangan atau default, ini tidak profesional. Mereka hanya mau memainkan plasma dan daerah Lampung," ujar pengusaha muda di Lampung ini.
Sebelumnya, ratusan petambak udang plasma PT AWS menyatakan telah berhenti berproduksi udang sejak November 2009. Hal ini dikarenakan tertundanya penebaran benur (benih udang), sehingga berdampak tidak mampu mengejar siklus produksi sebanyak dua kali dalam setahun.
Kepada wartawan, Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) PT AWS, Nafian Faiz, menyatakan tertundanya penebaran benur selama 4-5 bulan mengancam petambak plasma kehilangan satu kali kesempatan berproduksi. Setiap tahun, petambak seharusnya mampu mengejar produksi sebanyak dua kali.
Keterangan yang diperoleh, penghentian produksi ini, yakni berada di tambak udang windu yang sudah direvitalisasi yakni lima blok dari 16 blok di kawasan tambak eks Dipasena. Lima blok itu meliputi Blok 0, 1, 2, 3, dan 7. Dampak dari berhenti berproduksinya tambak ini, plasma mengalami kerugian hingga Rp 50 juta tahun ini. Kejadian ini, belum bisa dikonfirmasi pihak PT CP Prima.
PERDAGANGAN SAHAM CP PRIMA SEBAIKNYA DISUSPEN
PERDAGANGAN SAHAM CP PRIMA SEBAIKNYA DISUSPEN
rabu, 14 april 2010 17:53 wib
JAKARTA--MI: Perkembangan kinerja keuangan PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) belum juga menunjukkan perbaikan yang berarti, ditandai dengan stagnannya harga saham perseroan di level Rp50 per saham selama periode 25 Februari hingga sesi I perdagangan 14 April 2010.
Analis Anggota Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Satrio Utomo di Jakarta, Rabu (14/4) mengatakan, harga saham CPRO yang stagnan di level Rp50 menunjukkan bahwa investor mulai menghindari atau dengan kata lain tidak diminati lagi.
"Investor ingin kejelasan dari kasus utang tersebut. Jadi, perseroan perlu cepat menjelaskan ke investor. Kalau tidak begitu, Bursa Efek Indonesia (BEI)lebih baik memberlakukan suspensi kembali," ujarnya.
Ia
menambahkan, manajemen perusahaan berkode CPRO dilantai bursa ini harus melakukan aksi korporasi sehingga otoritas pasar modal tidak kembali lagi menghentikan perdagangan saham sementara (suspensi).
Seperti diketahui, produsen tambak udang ini sejak awal 2010 telah disuspensi sebanyak dua kali oleh pihak bursa. Suspensi pertama dilakukan pada 8 Januari dan dibuka 18 Januari. Setelah itu, kembali disupensi pada 1 Februari dan dibuka 23 Februari.
Sementara itu, Analis Panin Sekuritas Purwoko Sartono mengimbau agar perseroan perlu cepat menggelar paparan publik (public expose) terkait langkah-langkah manajemen yang akan dilakukan di masa depan dan juga bagaimana prospek ke depannya.
"Harga Rp50 per saham itu menggambarkan keraguan di benak investor. Untuk itu, perseroan perlu buat public expose. Disana ada penjelasan dari pihak manajemen terhadap nasib perseroan ke depannya,"katanya.
Sebagai informasi, manajemen perseroan menjelaskan serangan virus yang menjangkiti tambak udang hingga menurunkan kinerja keuangan perusahaan. Akibatnya, anak usaha CP Prima, Blue Ocean Resources berpotensi gagal bayar kupon bunga obligasi atas obligasi sebesar US$325 juta yang
diterbitkannya dan jatuh tempo 2012.
Namun, CP Prima akhirnya bisa meyakinkan para pemegang obligasi untuk menunda kewajiban pembayarannya. Dimana, CP Prima akan menegosiasikan restrukturisasi utangnya dengan para kreditur dalam tempo enam bulan ke depan.
Sementara itu, Kabiro Penilaian Keuangan Sektor Riil Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Anis Baridwan mengatakan, pihaknya akan menelaah dan mengkaji hasil kinerja keuangan CP Prima tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya.
"Bila kinerja keuangannya lebih buruk 2009 dibanding 2008, kami akan mendalaminya dan tidak tertutup kemungkinan memanggil manajemen CP Prima. Hal itu tentu tidak hanya berlaku bagi CP Prima, tapi bagi semua emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia," katanya.
Ketika ditanya apakah Bapepam berniat merekomendasikan kepada BEI agar saham CP Prima disuspensi karena kinerja keuangan kian memburuk, dia mengatakan hal itu menjadi wewenang otoritas bursa, bukan otoritas pasar modal.
Sebelumnya Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito mengatakan pihaknya terus mengevaluasi dan memantau kinerja keuangan PT CP Prima karena kinerja keuangan perusahaan itu cenderung kurang bagus dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, otoritas bursa akan memantau pelunasan bunga kupon obligasi CP Prima senilai US$17,9 juta kepada para pemegang obligasi. "Kami terus mengevaluasi CP Prima dan jangan dibilang BEI tidak
melakukan apa-apa. Sebab, masalah gagal bayar cukup serius dan manajemen perusahaan juga mengakui hal itu," katanya. (Ant/OL-02)
Perbankan Stop Kredit ke CPRO
Perbankan Stop Kredit ke CPRO
Jum'at, 16 April 2010 - 07:25 wib
Udang. Foto: Corbis.com
JAKARTA - Kegagalan panen PT Central Proteinema Tbk (CPRO) bukan hanya berpotensi gagal bayar obligasi, tapi juga terhentinya aliran kredit untuk modal kerja anak usaha.
Dua anak usaha CPRO, PT Aruna Wijaya Sakti dan PT Wachyuni Mandira, memiliki perjanjian pinjaman dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Nilai pinjaman yang disetujui maksimal Rp1,05 triliun dengan sifat revolving (berkelanjutan). Pinjaman untuk modal kerja dan investasi yang semestinya berkelanjutan itu terancam dihentikan karena prospek kinerja CPRO yang belum pasti akibat gagal panen.
Pihak BNI menyatakan telah menghentikan tambahan kredit kepada Wachyuni Mandira seiring gagal panen karena adanya virus pada tambak perseroan. "Untuk tambahan pinjaman ke plasma tidak diteruskan karena tambak kena virus. Begitu juga kredit modal kerja kepada CPRO tidak jadi direalisasi. Sementara kredit yang berjalan sampai saat ini masih lancar," ujar Direktur Korporasi BNI Krishna Suparto di Jakarta.
Perjanjian antara BNI dan anak usaha CPRO itu dibuat pada Juli 2009. Kala itu, BNI telah menyetujui penyaluran fasilitas kredit modal kerja dan atau kredit investasi kepada 1.121 plasma tambak udang Wachyuni Mandira dengan jumlah pembiayaan maksimum Rp170,4 miliar. Fasilitas ini bersifat revolving dengan jangka waktu 24 bulan untuk kredit modal dan 60 bulan untuk kredit adalah 60 bulan.Pinjaman tersebut sudah direalisasikan kepada 808 plasma tambak udang Wachyuni Mandira dengan jangka waktu perjanjian sampai Juli 2014.
Namun, Krishna tidak menyebutkan besaran pinjaman yang sudah dikucurkan dan berapa tambahan pinjaman yang dihentikan. Sementara itu,berdasarkan perjanjian yang dilakukan pada 9 Februari 2009, BRI akan menyediakan fasilitas pinjaman bergulir maksimal Rp634 miliar kepada Aruna Wijaya dan Wachyuni Mandira. Fasilitas tersebut juga berupa kredit modal kerja dan kredit investasi dengan jangka waktu 24 bulan.
Sejauh ini, BRI baru mengucurkan kredit sebesar Rp248,6 miliar kepada 1.614 petambak plasma tambak udang Wachyuni Mandira. Corporate Communication CPRO George Basoeki belum bisa memberi konfirmasi atas fasilitas pinjaman tersebut dan bagaimana kelanjutannya. Namun, pihaknya tetap berusaha untuk menyelesaikan masalah keuangan perseroan seiring gagal panen akibat virus tersebut.
"Saya belum bisa konfirmasi masalah itu. Saya juga belum dengar masalah itu. Nanti saja biar pihak manajemen yang menjelaskan.Tapi, pada dasarnya, kami akan menyelesaikannya," terangnya.
Dia melanjutkan, sejauh ini yang sudah direstrukturisasi adalah pembayaran kupon bunga obligasi Blue Ocean Resources bulan Desember 2009 senilai USD17,9 juta.Obligasi Blue Ocean itu sendiri bernilai USD325 juta yang jatuh tempo pada 2012.
Pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku terus memantau perkembangan kinerja CPRO yang mencatat rugi bersih hingga Rp217,17 miliar selama 2009. Evaluasi dilakukan terkait penurunan kinerja serta dampaknya terhadap pelunasan bunga kupon obligasi perseroan. “Kami masih mengevaluasi CPRO.Sebab,masalah gagal bayar cukup serius dan manajemen perusahaan juga mengakui hal itu,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito.(Juni Triyanto /Koran SI/wdi)
CP Prima Jangan Tekan Plasma
Saburai
Laampung Ekspress
CP Prima Jangan Tekan Plasma
Selasa, 27 04 2010, 11:44 (GMT+7)
KERUGIAN yang dialami PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) sebagai pengelola tambak udang di Dipasena jangan dijadikan alasan untuk menekan petambak plasma yang ada di lokasi.
“Sebab yang namanya rugi atau untung dalam usaha itu sudah biasa, tetapi kerugian jangan itu dijadikan alasan untuk menekan plasma atau petani tambak. Jangan kalo rugi di besar-besarkan tetapi kalau untung diam saja,” kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Provinsi Lampung, Yuria Putra Tubarad, Senin (26/4).
Dikatakan dia, saat ini yang perlu dilakukan CP Prima untuk menekan atau mengurangi kerugian yang mereka derita adalah mencari penyebabnya, sehingga bisa dilakukan perbaikan, tetapi jangan merugikan petani plasma yang ada.
Sebab jika petani plasma sudah terganggu tentu saja mereka akan menjadi korban dan itu akan berdampak terhadap iklim investasi yang ada di daerah, selain itu juga bisa berakibat Dipasena kembali bergolak seperti yang pernah terjadi dibawah manajemen lama.
“Kita berharap persoalan ini bisa cepat diselesaikan dan alangkah lebih baik mengajak plasma untuk membahasnya, bahkan Kadinda siap memvasilitasinya jika memang diperlukan” jelasnya lagi.
Hal sama juga dikatakan Ketua Komisi II DPRD Lampung, A Junaidi Auli, bahwa hendakanya kerugian yang dialami perusahaan udang tersebut jangan sampai berimbas ke plasma.
“Memang saat ini, belum ada aduan baik secara tertulis ataupun langsung dari plasma tentang kondisi Dipasena. Kendati demikian, kita terus memantau karena perusahaan undang tersebut merupakan salah satu investasi besar yang ada di Lampung,” kata politisi PKS itu.
Ketika ditanyakan, apakah DPRD akan memanggil CP Prima untuk mengetahui secara langsung kondisi perusaaan udang tersebut, Junaidi menjawab bahwa sepanjang tidak adanya pengaduan, tentu saja dewan tidak akan membahasnya secara khusus, kendati di media masa masalah kerugian yang dialami CP Prima sudah diketahui.
***Terlambat Panen
Seperti dirilis koran ini sebelumnya, salah satu petambak plasma Dipasena, Thowilun, Rabu (21/4) mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, ia bersama sekitar 500 warga petambak lain terlambat panen udang.
Panen udang biasanya dilakukan setiap 45 hari sekali, tapi akhir-akhir ini menjadi tiga atau empat bulan sekali. Hal itu tentunya akan mempengaruhi produksi, pendapatan petambak, dan kinerja keuangan CP Prima, katanya.
Keterlambatan panen udang tersebut disebabkan benur yang seharusnya diperoleh dari CP Prima dalam bentuk barang jadi tidak datang tepat pada waktunya. "Manajemen perusahaan berdalih kesulitan keuangan," kata Thowilun.
Namun, Manager komunikasi internal dan eksternal CP Prima George H Basoeki membantah keterlambatan penyebaran benur, karena hanya terjadi Januari lalu akibat musim hujan.
Namun, sejak Februari lalu hingga saat kini tidak ada lagi masalah dengan pasokan benur. "Saya kira, tidak ada masalah lagi dengan benur dan jadwal sudah berjalan dengan baik," tuturnya.
Terkait program revitalisasi Dipasena, George mengatakan, manajemen CP Prima tetap berkomitmen merealisasikan sesuai jadwal yang ditetapkan.
Penjualan bersih CP Prima merosot 16,37 persen menjadi Rp6,83 triliun pada 2009 dibanding tahun sebelumnya senilai Rp8,17 triliun.
Penurunan ini antara lain dipicu anjloknya harga udang di pasar internasional dan penurunan volume ekspor ke berbagai negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa. Sebab, ekonomi di AS dan Eropa belum pulih total.
Kendati penjualan turun, manajemen CP Prima dapat menekan kerugian sekitar 47 persen menjadi Rp217,17 miliar dari tahun sebelumnya Rp407,18 miliar. (LE-4)
Petambak Udang Berhenti Produksi
PERIKANAN (kompas Cetak)
Petambak Udang Berhenti Produksi
Kamis, 22 April 2010 | 04:27 WIB
Jakarta, Kompas - Ratusan petambak udang plasma PT Aruna Wijaya Sakti di Lampung, anak perusahaan CP Prima, berhenti berproduksi sejak November 2009.
Penghentian sementara itu dipicu oleh tertundanya penebaran benur (benih udang). Akibat produksi tertunda, petambak eks Dipasena itu terancam tidak mampu mengejar siklus produksi sebanyak dua kali tahun ini.
Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) PT Aruna Wijaya Sakti Nafian Faiz mengemukakan, tertundanya penebaran benur selama 4-5 bulan berpotensi mengakibatkan petambak kehilangan satu kali kesempatan berproduksi. Setiap tahun, petambak seharusnya mampu mengejar produksi sebanyak dua kali.
Kendala musim
Adapun tambak yang terhenti berproduksi adalah tambak yang sudah direvitalisasi, meliputi lima blok dari 16 blok di kawasan tambak eks Dipasena. Lima blok itu meliputi Blok 0, 1, 2, 3, dan 7.
Dengan terpangkasnya siklus tebar menjadi satu kali, petambak berpotensi kehilangan keuntungan hasil usaha Rp 30 juta-Rp 50 juta tahun ini.
Udang yang dijual petambak ke perusahaan inti umumnya berkurang 30-80 ekor per kilogram. Adapun harga rata-rata udang ukuran 60 ekor berkisar Rp 31.000 per kg.
Corporate Communication Manager PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) George Basuki mengemukakan, tertundanya penebaran benur dipengaruhi oleh kendala musim hujan selama Desember 2009 sampai Maret 2010.
Benur udang yang ditebar pada musim hujan akan berisiko terjangkit virus. Di samping itu, teknis budidaya udang mengharuskan penebaran benur dilakukan secara bertahap.
”Jika penebaran benur udang dipaksakan selama musim hujan, udang rawan terkena penyakit akibat pengaruh air hujan,” ujarnya.
George menampik bahwa tertundanya penebaran benur dipicu oleh kendala keuangan perusahaan. Penebaran benur udang sudah dijadwalkan dan kini sedang dalam tahap persiapan untuk tebar benur. ”Tidak ada hubungan tertundanya penebaran benur dengan masalah internal. Ini hanya soal teknis budidaya,” lanjutnya. (LKT)
Fadel Kantongi Dua Calon Investor Untuk Dipasena
KISRUH DIPASENA
Fadel Kantongi Dua Calon Investor Untuk Dipasena
/ Home / Bisnis
Jumat, 23 April 2010 | 10:51
JAKARTA. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad menyatakan sudah mengantongi dua investor yang sudah menyatakan berminat untuk membeli tambak udang Dipasena yang sekarang milik dari PT Central Proteneima Prima (CPP).
"Sudah ada dua perusahaan yang mengajukan, satu Malaysia dan satunya lagi adalah dalam negeri," kata Fadel Muhammad di Jakarta, Jumat (23/4).
Fadel menyatakan, kondisi tambak udang Dipasena dibawah CPP tersebut tidak menunjukan adanya peningkatan produksi yang signifikan. Sementara lahan tambak yang ada di lokasi itu menurutnya memiliki potensi yang berlimpah tetapi tidak dimanfaatkan oleh CPP. "Yang saya harapkan infrastruktur lahan itu untuk peningkatan produksi," tegas Fadel.
Dirinya berharap CPP melepaskan aset Dipasena tersebut agar bisa digarap oleh investor lain. Sementara dirinya sangat berharap ada peningkatan produksi di Dipasena agar bisa dimanfaatkan oleh petambak udang yang ada di Lampung. "Yang penting dia ada komitmen meningkatkan produksi itu," kata Fadel yang tidak mau menyebutkan siapa calon investor baru Dipasena tersebut.
Asnil Bambani Amri
Dua Investor Siap Caplok Eks Dipasena
KOMPAS
Dua Investor Siap Caplok Eks Dipasena
Minggu, 25 April 2010 | 16:10 WIB
Kompas/Helena F Nababan
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad agaknya tidak main-main mendesak PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) menjual tambak udang Aruna Wijaya Sakti (AWS) atau eks Dipasena, di Lampung. Fadel mengaku sudah mengantongi dua calon investor baru yang berminat mengambil alih tambak udang terbesar di dunia tersebut.
"Yang satu investor dari Malaysia, satunya dari dalam negeri," kata Fadel, sebelum diskusi Peringatan 100 Hari Wafatnya Gus Dur, (23/4/2010). Sayang, Fadel enggan menyebut siapa investor tersebut. Yang terang, Fadel meminta para petambak udang eks Dipasena bekerja dan meningkatkan produksi udangnya.
Fadel menilai, dari hasil pengamatan dan laporan yang diterimanya, CP Prima tidak serius menggarap tambak udang tersebut. Padahal, menurut klausul pembelian awal saat mengambil alih tambak tersebut dari PT Perusahaan Pengeloa Aset (PPA) tiga tahun lalu, CP Prima wajib merevitalisasi industri udang eks-Dipasena untuk meningkatkan produksinya.
Dengan masuknya investor baru, diharapkan produksi udang eks-Dipasena pulih. Ini tentu membawa banyak manfaat. Selain banyak menyerap tenaga kerja, produksi udang nasional juga terdongkrak. Maklum, produksi udang CP Prima menyumbang sekitar 40 persen produksi nasional.
"Di sana sudah ada infrastruktur yang bagus untuk poduksi, kalau dia (CP Prima) tidak mau, dia bisa jual kepada yang berminat," jelas Fadel. Fadel mengaku, saat ini dia belum punya instrumen legal yang bisa memerintahkan CP Prima menjual asetnya tersebut. "Saya sedang cari itu," kata Fadel. Dia menambahkan di akhir April ini akan memanggil manajemen CP Prima untuk menjelaskan rencana kerja mereka.
Hingga kini, petambak mengeluh lantaran belum memasuki tahap penebaran benur udang dari seharusnya Januari lalu. Lantaran belum masuk tebar benih, pDFetambak mengaku rugi karena pinjaman utang ke bank tetap jalan.
Menurut Thowilun, Kepala Lembaga Manajemen Plasma Kampung (LMPK) Kampung Utama, tidak beroperasinya sebagian tambak tersebut karena perusahaan mengalami kesulitan dana.
“Jika tebar benihnya telat, maka kami akan mengalami kerugian,” kata Thowilun, kepada KONTAN. Ia menjelaskan, jika plasma tambak tersebut tidak jalan maka petambak juga kehilangan pekerjaan karena tidak melakukan aktivitas di tambak udang.
CP Prima berkomitmen
Corporate Communication CP Prima George H. Basoeki mengklaim perusahaanya sudah melakukan penebaran benih di tambak eks-Dipasena, tapi dilakukan bertahap. Adapun soal keterlambatan tebar benih, dia beralasan itu karena alasan teknis yang berkaitan dengan budidaya, bukan soal dana.
Basuki mengaku sudah menjelaskan rencana penebaran benih udang kepada petambak. Bahkan, ia mengaku sudah ada petambak yang mendukung tahapan itu.
Mengenai permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad agar CP Prima menjual aset tambak mereka di eks-Dipasena, George enggan bicara. “Saya belum bisa berkomentar soal itu,” elaknya. Ia hanya bilang, saat ini CP Prima tetap komitmen melaksanakan program revitalisasi tambak tersebut. (Asnil Bambani Amri/Kontan)
CPB Harus Jujur
Beranda Ruwa Jurai Tulangbawang CPB Harus Jujur
CPB Harus Jujur
Selasa, 20 April 2010 04:05 ledi (www.translanpung.com)
MENGGALA-Ketua DPRD Kabupaten Tulangbawang Winarti, S.E., mengatakan bahwa Manajemen PT. Central Pertiwi Bahari di Jakarta di harapkan dapat mengambil keputusan yang tidak merugikan kedua belah pihak, mengenai permasalahan PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) dengan petambak plasma di Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulangbawang.
Hal itu terungkap ketika Trans Lampung menjumpainya di ruang kerja usai hearing dengan Manajemen PT Central Pertiwi Bahari, Selasa (19/4). Acara tersebut dihadiri langsung oleh pihak Manajemen PT. CPB yang di wakili oleh Presiden Direktur Roswan Tama, beserta anggotanya yakni Pepen dan Nyoman.
Sedangkan dari pemkab diwakili oleh Asisten 1 Bidang Pemerintahan Kirnali M. Yus, beserta Kadisnakertran Hi. Abdul Syukur dan Kadis Peternakan, Perikanan dan Kelautan Agliber Sihombing, untuk mengambil keputusan tentang permasalahan yang menimpa petani plasma yang akan diturunkan biaya hidupnya oleh perusahaan senilai Rp350 ribu/bulan, yang dinilai sangat memberatkan petani.
”Karena itu, kami berharap Manajemen PT. Central Pertiwi Bahari di Jakarta dapat mengambil keputusan yang tidak merugikan kedua belah pihak terkait masalah ini,” ujar Winarti.
Lebih lanjut Winarti mengharapkan, manajemen perusahaan bersama pihak plasma dapat membuat kesepakatan secara tertulis yang disetujui oleh kedua belah pihak. ”Pihak manajemen telah memaparkan permasalahan yang ada di perusahaan. Dalam pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PT. CPB sekarang ini masih mengalami kerugian di dalam budidaya, karena budidaya udang tersebut terserang virus, sehingga proses budidaya yang dilaksanakan petambak tidak berhasil,” jelasnya.
Dikatakan Winarti, DPRD sebagai penengah antara pihak plasma dan PT CPB, tidak memihak kepada siapapun. ”Kita hanya sebatas memfasilitasi agar dalam mengambil keputusan tidak ada kerugian diantara kedua belah pihak,” jelasnya.
Berdasarkan hasil hearing tersebut, pihak manajemen akan melaporkan permasalahan ini ke Top Manajemen di Jakarta, guna ditindaklanjuti. Dan saat ini pihak managemen untuk mengantisipasi krisis yang ada di perusahaan itu, PT CPB telah mengurangi beberapa kegiatan, yaitu pemotongan biaya makan untuk manajemen dihapuskan. Sedangkan untuk mengantisipasi kemelut di dalam budidaya, diarahkan guna tebar mandiri melalui budidaya ikan payau, seperti bandeng dan lain sebagainya.
Winarti juga mengatakan keputusan yang akan diambil oleh pihak manajemen PT CPB di Jakarta akan selalu berkordinasi dengan pihak DPRD. Dan sejauh ini pihak DPRD tidak pernah putus komunikasi dengan pihak plasma, mengingat pihak plasma juga merupakan masyarakat Kabupaten Tulangbawang yang harus diselesaikan permasalahannya.
”Dan diharapkan kepada pihak PT. CPB, dapat jujur, jangan mengambil keputusan yang memberatkan salah satu pihak,” jelasnya. (cw17/sa
CP Prima masih Rugi Rp217,17 Miliar
CP Prima masih Rugi Rp217,17 Miliar
Sabtu, 03 April 2010 11:25 WIB
JAKARTA--MI: PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) mencatatkan kerugian sebesar Rp217,17 miliar, atau menurun 46,68% dari kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp407,18 miliar. Kerugian dipicu oleh penurunan pendapatan dan meningkatnya beban usaha.
Berdasarkan laporan keuangan, penjualan bersih CPRO tercatat Rp6,83 triliun. Penjualan perusahaan pengelola tambak udang ini mengalami penurunan 16,36% dari posisi yang sama tahun sebelumnya, Rp8,16 triliun.
Beban pokok penjualan CPRO juga turun 9,50% dari Rp 6,62 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp5,99 triliun sampai 31 Desember 2009. Dengan demikian maka perseroan mencatat laba kotor sebesar Rp836,11 miliar. Laba kotor CPRO anjlok 45,81% dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya, Rp1,54 triliun.
Beban usaha perseroan sampai akhir tahun lalu, mencapai Rp1,02 triliun atau meningkat 7,78% dari posisi yang sama tahun 2008, Rp951,04 miliar. Hal ini berakibat pada laba usaha perseroan yang tercatat negatif Rp189,76 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, CPRO mencatat laba usaha sebesar Rp592,83 miliar.
Dengan demikian perseroan mencatat rugi sebelum pajak sebesar Rp203,77 miliar, atau mengalami perbaikan dibanding posisi rugi tahun seleumnya, yang Rp506,44 miliar. Beban pajak bersih pun tercatat Rp13,37 miliar, padahal di tahun sebelumnya CPRO mencatat penghasilan pajak sebesar Rp99,75 miliar.
Rugi perseroan sebelum pemangkasan hak minoritas tercatat Rp217,25 miliar, atau mengalami perbaikan dibandingkan posisi tahun lalu yang sebesar Rp406,69 miliar. Setelah terpangkas hak minotis sebesar Rp16 juta, maka rugi bersih konsolidasi sebesar Rp217,17 miliar.
Rugi bersih per saham pun menjadi Rp5,4 per saham, atau menurun dibanding tahun 2008, yang sebesar Rp19,4 per saham. (*/OL-02)
TERLAMBAT PENEBARAN BENIH
Senin, 19 April 2010 | 08:22
TERLAMBAT PENEBARAN BENIH
PRODUKSI UDANG CP PRIMA TERANCAM
JAKARTA. Ratusan petak tambak PT Aruna Wijaya Sakti (eks Dipasena Citra Darmaja) di Lampung belum juga beroperasi usai panen pada Januari lalu. Hampir separuh dari 1.806 petak tambak di Blok II dan II kampung Utama Dipasena tidak beroperasi.
“Sisanya sampai sekarang belum juga tebar benih padahal panen sudah tiga bulan lalu,” kata Kepala Lembaga manajemen Plasma Kampung (LMPK) Kampung Utama, Thowilun kepada KONTAN, Minggu (18/4). Thowilun bilang, sejak panen Januari lalu, banyak petambak yang kehilangan mata pencaharian.
Sebenarnya, petambak sudah berusaha mendapatkan informasi dari manajemen dari PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima). Tapi, informasi tentang kepastian tebar benih baru tidak kunjung mereka peroleh. CP Prima selalu berdalih bahwa mereka sedang kesulitan dana.
Para petambak layak cemas. Pasalnya, biasanya jarak panen dengan tebar benih udang baru hanya butuh waktu 45 hari. Artinya, dalam setahun siklus panen terjadi dua sampai tiga kali. Tapi, melihat kondisi saat ini, tahun ini, CP Prima mungkin hanya bisa sekali panen.
Padahal, petambak harus menanggung pinjaman termasuk biaya bunga bank bekas operasional tambak yang terus berjalan. Dalam siklus normal, pinjaman bank pertahun mencapai Rp 80 juta sampai Rp 90 juta. “Kalau hanya satu kali produksi kami sangat terbebani,” keluh Thowilun.
Juru bicara CP Prima George H. Basoeki membenarkan keterlambatan penebaran benih baru tersebut. Tapi, Ia menyangkal spekulasi bahwa perusahaannya tengah kesulitan pembiayaan. “Itu karena persoalan teknis bukan pendanaan,” kata George.
George bilang, penebaran benih baru sebenarnya sudah dimulai sejak Desember dan Januari. Cuma, ia tidak mau menyebutkan sejauh mana keterlambatan penebaran benih tersebut. Yang jelas, keterlambatan itu masih masuk toleransi rencana produksi CP Prima. “Masih sesuai jadwal dan mereka (petambak) sudah tahu,” kata dia.
Tapi, Thowilun tetap berpendapat bahwa situasi ini akan membuat produksi udang perusahaan milik Keluarga Jiaravanon itu merosot. Menurutnya, jika melihat luas lahan tambak yang belum ditebar benihnya, jumlah panen udang CP Prima tahun ini bisa anjlok 50% dibanding produksi tahun lalu. Sampai September 2009, CP Prima mampu memproduksi 7.565 ton udang beku dan 2.022 udang kering.
Penurunan produksi CP Prima sempat mendapat perhatian Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. Fadel bahkan berencana memanggil manajemen CP Prima untuk membahas produksi udang perusahaan itu. Fadel bilang, CP Prima mengalami persoalan pendanaan.
Bahkan, Fadel pernah menyarankan agar pemegang saham CP Prima rela menjual tambak Dipasena ke investor lain. Ia beranggapan, masuknya investor baru akan mampu menyuntik dana sehingga Dipasena bisa beroperasi normal dan pemutusan hubungan kerja bisa berhenti.
Sayang, George enggan mengomentari desakan Fadel tersebut. Menurutnya, perusahaanya sudah memiliki rencana produksi. Ia juga kembali menegaskan bahwa PHK hanya dilakukan untuk karyawan kontrak dan mereka yang mengundurkan diri.
Asnil Bambani Amri KONTAN
Senin, 19 April 2010 | 06:42
TAMBAK UDANG
PENEBARAN BENIH TERLAMBAT KARENA ALASAN TEKNIS
AKARTA. Corporate Communication CP Prima, George H. Basoeki tidak membantah terjadinya keterlambatan penebaran benih di petak tambak PT Aruna Wijaya Sakti (AWS, eks Dipasena Citra Darmaja) di Lampung .
Namun, ia menyanggah alasan dari keterlambantan penyebaran benih. Menurutnya, keterlambatan penebaran benih tersebut bukan karena kesulitan pembiayaan dari perusahaanya tapi karena alasan teknis. “Itu karena teknis, bukan pendanaan,” kata George saat dihubungi KONTAN.
George bilang, tebar benih sudah dilakukan sejak Desember dan Januari itu. Sementara tebar benih yang menmgalami keterlambatan masih sesuai dengan rencana kerja perusahaan. Sayang, George tidak mau menyebutkan sejauh mana keterlambatan penebaran benih tersebut.
Menurutnya, perusahaanya sudah memiliki perencanaan untuk produksi udang tersebut dan masih sesuai dengan rencana kerjanya. “Masih sesuai dengan shcedule, dan mereka (petambak) itu sudah tahu,” kata George.
Asal tahu saja, ratusan petak tambak PT Aruna Wijaya Sakti (AWS, eks Dipasena Citra Darmaja) di Lampung belum juga beroperasi setelah panen bulan Januari lalu. Dari 1806 petak tambak yang ada di Blok II dan II kampung Utama Dipasena hampir separuh tidak beroperasi. Petambak sudah berusaha mendapatkan informasi dari manajemen dari PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima), namun informasi kepastian tebar benih baru tidak kunjung didapat. Padahal, petambak mengaku harus menganggung biaya operasional yang dipinjam dari bank.
Asnil Bambani Amri
Kasus Revitalisasi Tambak Dipasena Kiara Tuntut Pemerintah Bentuk Sagasus
Ditulis Oleh Administrator
Thursday, 11 March 2010
10 Maret 2010 | 18:34 wib | Nasional
Kasus Revitalisasi Tambak Dipasena Kiara Tuntut Pemerintah Bentuk Sagasus
Jakarta, CyberNews. Kordinator Nasional LSM KIARA, Riza Damanik mendesak pemerintah untuk membuat Satuan Tugas Khusus (Satgasus), menyusul berlarutnya revitalisasi 16 ribu hektar tambak Dipasena sejak 2007.
Satgasus tersebut, menurut Riza Damanik dihubungi di Jakarta Rabu (10/3), dengan tugas melakukan audit lingkungan. Selain itu, menurutnya, juga untuk menemukan kemungkinan pelanggaran HAM terhadap sekitar 13 ribu petambak dan pekerja Dipasena.
"Melakukan analisis pelanggaran hukum, serta opsi-opsi hukum yang mungkin bisa diambil pemerintah untuk melindungi kehidupan petambak dan pekerja, lingkungan, dan produksi udang nasional."
Tolak Usulan Sertifikasi Udang
Tolak Usulan Sertifikasi Udang
Ditulis Oleh Administrator
Thursday, 11 March 2010
Usulan sertifikasi udang dari Aquaculture Stewardship Council (ASC) karena dianggap membahayakan ketahanan pangan nasional. Demikian seruan yang disampaikan Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), Asia Solidarity Against Industrial Aquaculture (ASIA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Bina Desa, Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu (KOMPI), dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
“Prinsipnya kami mendukung pemerintah Indonesia untuk tidak terlibat dalam inisiatif sertifikasi yang digagas oleh Aquaculture Stewardship Council (ASC) pada Selasa (9/3),” demikian pernyataan bersama yang disampaikan di Jakarta, Senin (8/3). Dijelaskan, pemerintah hanya perlu berkonsentrasi untuk menguatkan state regulatory, terkait tata kelola, tata produksi, dan tata niaga udang nasional.
Kiara juga mendesak saat ini beberapa lembaga internasional, importir, dan industri ritel berupaya mengembangkan standar bisnis budidaya dengan sertifikasi. Karena itu, dialog budidaya udang (shrimp aquaculture dialogue) yang digagas ASC akan dilaksanakan mulai 9 hingga 10 Maret 2010. [H-12]
Sumber: http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=14139
Pernyataan Bersama: Stop Industri Tambak Udang yang Mengancam Kedaulatan Pangan dan Umat Manusia
Ditulis Oleh Administrator
Monday, 08 March 2010
Senin, 8 Maret 2010
Pernyataan Bersama: Stop Industri Tambak Udang yang Mengancam Kedaulatan Pangan dan Umat Manusia
Dampak merusak tambak udang di wilayah pesisir telah ditemui sejak lama. Mangrove dipangkas dan areanya dikonversi menjadi tambak. Luasan mangrove menyempit sehingga kian sulit memastikan terlindunginya pesisir dari bencana abrasi, angin topan, dan tsunami. Pemangkasan itu juga berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Mangrove merupakan tempat berkembangnya sejumlah spesies seperti ikan dan kepiting, termasuk penyokong kebutuhan sehari-hari penduduk pesisir dunia yang memerlukan kayu bakar serta obat-obatan.
Budidaya udang kini merupakan tren dunia dan menyuplai konsumsi penduduk di sejumlah negara maju, namun merupakan ancaman ketahanan pangan dan penghidupan penduduk dunia selatan. Industri udang memakai bahan kimia dalam bentuk antibiotik serta pakan, dan buangan tambak mencemari perairan pesisir. Industri membutuhkan lahan luas, selalu berekspansi ke tempat yang subur dan meninggalkan lahan yang tidak lagi produktif sehingga kian memiskinkan komunitas yang hidup di atasnya. Intrusi air laut tidak mungkin terelakkan. Salinasi menurunkan produktivitas lahan pertanian di sekitar pesisir sehingga sulit untuk ditanami bahan pangan pokok seperti padi. Konversi lahan gambut dan mangrove menjadi tambak udang turut melepaskan karbon ke atmosfer. Industri tambak udang pada dasarnya merupakan bisnis yang tidak berkelanjutan.
Industri tambak udang turut berdampak negatif terhadap umat manusia, yakni perempuan pekerja serta mereka yang menentang keras. Aktivis perempuan di banyak negara mengalami intimidasi, kekerasan, pemerkosaan, dan dibunuh. Dalam konteks Indonesia, lebih dari 60 persen produksi udang nasional per tahun dikelola oleh satu industri bernama Charoen Pokphand Ltd (CP). CP mempekerjakan buruh perempuan pengupas kepala udang yang berdiri setidaknya delapan jam dalam sehari. CP juga meninggalkan lahan tambak Bumi Dipasena Jaya yang tidak lagi subur seluas 16.000 hektar. Ada 7.000 petambak plasma dan keluarga yang hidup di sana dan semakin tak berdaya baik secara ekonomi dan sosial. Kontrak plasma menghitung setiap jengkal penghidupan mereka. Hidup mereka terpuruk oleh rencana tersusun yang dibuat perusahaan.
Kami tidak melihat ada dasar-dasar empirik yang kuat untuk membenarkan atau melegitimasi industri tambak udang.
Saat ini, beberapa lembaga internasional, importir, dan industri ritel berupaya mengembangkan standar bisnis budidaya yakni Aquaculture Stewardship Council (ASC) di antaranya udang melalui Dialog Budidaya Udang (Shrimp Aquaculture Dialogue).
Standar tersebut dikembangkan menjadi sertifikasi yang dalam catatan sejarah penerapannya di sektor perikanan tidak mampu menjawab permasalah dampak negatif industri udang. Sertifikasi juga tidak menampung masukan penduduk selatan. Sejak awal inisiatif ASC mewarisi gejala yang sama, menerima masukan dari dunia usaha, serta konsultasi dan pelibatan publik yang hanya menjangkau pihak-pihak tertentu saja. Kita mengingatkan, mengajak anda untuk perduli dan menghentikan praktek industri tambak berikut mekanisme yang mencoba mengkamuflase wajah pertambakan di seluruh dunia.
Kita mendorong dan meminta pemerintah dan lembaga keuangan untuk:
1. Memahami dampak negatif industri tambak udang terhadap ketahanan pangan dan daya keselamatan dari bencana di pesisir. Moratorium tambak udang dan perlindungan mangrove serta sumber daya perikanan adalah keharusan sehingga stok ikan terjaga, penduduk sehat dan sejahtera.
2. Mencegah dan melarang input finansial beserta bentuk bantuan lainnya yang mendorong perluasan industri tambak udang.
3. Mengakui dan menghormati hak ulayat penduduk yang mengelola wilayah pesisir dan sumber daya perikanan, juga mendukung upaya mereka bertahan dari dampak perubahan iklim.
4. Memahami konteks kekinian bahwa industri tambak udang mensuplai kebutuhan protein sejumlah negara maju, dan mengancam ketersediaan gizi yang cukup bagi penduduk di selatan dunia.
Mereka yang mendongkrak konsumsi udang negara maju dan meneruskan agenda pro dunia usaha yakni standar bisnis perikanan harus menyadari tanggung jawab atas berlanjutnya pelanggaran hak azasi, membayar darah, dan keringat penduduk di negara-negara selatan.
Hormat dan jabat erat,
1. Riza Damanik, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Indonesia
2. Berry Nahdian Furqon, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia
3. Nafian Faiz, Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), Indonesia
4. Ade Muttaqin, Bina Desa, Indonesia
5. Iin Rohimin, Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu (KOMPI), Indonesia
6. Tajjrudin Hasibuan, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) , Indonesia
7. Natasha Ahmad, Asia Solidarity against Industrial Aquaculture (ASIA), Bangladesh
Revitalisasi Tambak Eks Dipasena Lamban
Ditulis Oleh Administrator
Thursday, 11 March 2010
Revitalisasi Tambak Eks Dipasena Lamban
JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah didesak menempuh langkah penyelamatan revitalisasi tambak udang plasma eks Dipasena yang dikelola PT Aruna Wijaya Sakti, anak perusahaan PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima).
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik, di Jakarta, Rabu (10/3/2010), mengemukakan, penyelesaian revitalisasi tambak udang plasma yang berlarut-larut sejak tahun 2007 telah menyengsarakan 13.000 petambak dan pekerja tambak.
Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat satuan tugas khusus untuk melakukan audit lingkungan, menemukan kemungkinan pelanggaran HAM terhadap pekerja dan petambak , serta upaya hukum untuk melindungi kehidupan pekerja dan petambak, lingkungan, dan produksi udang nasional.
Pasca-akuisisi aset Dipasena Citra Darmaja tahun 2007, PT CP Prima berkomitmen memperbaiki sarana dan prasarana tambak pada 16 blok tambak plasma di delapan desa di areal 16.250 hektar. Namun, Revitalisasi tambak itu mundur dari jadwal semula, Agustus 2009 menjadi September 2011. Hingga kini, baru lima blok yang telah direvitalisasi.
Pertengahan Februari 2010, Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan memberi batas waktu tiga bulan kepada CP Prima untuk menyelesaikan persoalan revitalisasi tambak udang plasma PT Aruna Wijaya Sakti.
Fadel mengatakan, ada tiga opsi yang ditawarkan kepada CP Prima. Pertama, melanjutkan revitalisasi dengan dana sendiri. Kedua, mencari sumber pembiayaan lain apabila dana perusahaan tak mencukupi. Ketiga, menjual aset tambak udang plasma PT AWS kepada perusahaan lain jika perusahaan tidak mampu melanjutkan revitalisasi.
BUDIDAYA PERIKANAN NASIONAL BUTUH REGULASI
BUDIDAYA PERIKANAN NASIONAL BUTUH REGULASI
Senin, 08 Maret 2010 19:26 WIB
Penulis : Anindityo Wicaksono
JAKARTA--MI: Berbagai kalangan mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi terkait standar kegiatan budidaya perikanan nasional yang mengutamakan aspek lingkungan dan kesejahteraan petambak, terutama pada tambak-tambak intensif komoditas ekspor udang.
Pasalnya, tanpa adanya intervensi dari pemerintah, pemerintah tidak dapat mengenai sanksi perusahaan-perusahaan tambak yang melanggar praktik-praktik budidaya sesuai ketentuan sertifikasi tambak yang dikeluarkan melalui skema korporasi.
Demikian mengemuka dalam jumpa wartawan tentang aktivitas tambak udang yang diadakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jakarta, Senin (8/3).
Ketua Kiara Riza Damanik mengatakan, sertifikasi yang dikeluarkan importir memang sudah sangat ideal, mencakup hingga kelestarian alam, perburuhan, hingga praktik budidaya yang lestari. Namun demikian, sertifikasi yang dikeluarkan dengan skema swasta ke swasta (public to public/p to p) itu tidak memiliki ancaman sanksi hukum.
Akibatnya, proses evaluasinya menjadi tidak transparan, terutama ketika perusahaan tambak tidak menjalankan kewajibannya. "Kalau pemerintah memiliki perangkat hukum sendiri, petambak bisa melaporkan jika menemukan praktik-praktik budidaya yang melanggar ketentuan," ujarnya.
Selain itu, ujarnya, tanpa regulasi, pemerintah pun tidak bisa membatasi kegiatan monopoli usaha yang dilakukan korporasi pertambakan multinasional di Indonesia.
Seperti yang diindikasikan PT Central Proteinaprima (CP Prima) dengan mengambil alih dan mengelola sejumlah tambak udang intensif di Lampung dan Sumsel. "Lebih dari 60% produksi udang nasional per tahun dikelola oleh mereka," ujarnya.
Menurut dia, pembiaran aksi monopoli ini berimbas pada tidak terkontrolnya ekspansi industri udang. Laju konversi hutan bakau ke tambak udang di Indonesia terus meluas. Kiara menghitung, laju konversi hutan bakau ke tambak udang saat ini mencapai 6,7% per tahun.
Menurut dia, akibat belum adanya regulasi penangkal itu, dalam kurun 2005 hingga kini Indonesia pun terbukti tidak memiliki nilai tawar yang kuat untuk menjaga harga produk udang ekspor ke negara lain yang menguntungkan petambak. (*/OL-03)
PEMBUKAAN TAMBAK PERLU DIHENTIKAN
PEMBUKAAN TAMBAK PERLU DIHENTIKAN
Rabu, 10 Maret 2010 | 03:56 WIB
Jakarta, Kompas - Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak akan menambah luasan tambak karena berisiko merusak hutan bakau serta memperberat pencemaran dalam proses budidayanya.
Namun, produksi udang ditargetkan naik dari 400.000 metrik ton menjadi 699.000 metrik ton pada 2014. Peningkatan produksi akan dicapai dengan merevitalisasi 180.000 tambak telantar tidak produktif.
Direktur Perbenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Ketut Sugana menyatakan, pertambahan luasan tambak udang sesuai dengan data berkurangnya luasan hutan bakau. Konversi hutan bakau menjadi tambak merupakan salah satu penyebab utama kerusakan hutan bakau.
”Dalam dua tahun, luasan tambak bertambah dari 420.000 hektar menjadi 450.000 hektar. Data menunjukkan, penambahan luas tambak menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan bakau. Karena itu, pencapaian target kenaikan produksi udang itu tidak dengan membuka tambak baru,” kata Ketut seusai membuka Shrimp Aquaculture Dialogue di Jakarta, Selasa (9/3).
Ia menyatakan, dari 450.000 hektar tambak intensif dan tradisional, 40 persen di antaranya telantar dan tidak berproduksi maksimal. ”Revitalisasi tambak yang rusak lebih aman bagi lingkungan dan kelestarian hutan bakau. Revitalisasi harus dilakukan baik pada tambak telantar yang dikelola secara tradisional ataupun intensif,” kata Ketut.
Dia membenarkan bahwa di antara 180.000 hektar tambak yang telantar terdapat tambak intensif oleh industri perikanan besar, termasuk 16.000 hektar tambak udang sebuah perusahaan di Lampung. ”Pemerintah memberikan tenggat tiga bulan untuk merevitalisasi tambak mereka. Jika tidak selesai, akan diambil langkah lain untuk melanjutkan revitalisasi,” katanya.
Staf Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Mida Novawanty Saragih, menyatakan, industri tambak intensif berskala besar adalah perusak utama hutan bakau. ”Tambak 16.000 hektar di Lampung merusak hutan bakau bukan hanya saat dibuka, melainkan juga dalam proses pemberian pakan yang mencemari air sehingga bakau mati. Tambak yang ditelantarkan itu juga menyebabkan banjir yang melanda 25 kecamatan,” katanya.
Saragih menyatakan, ”Industri tambak tidak menghasilkan keuntungan berarti bagi Indonesia dan para petani tambak selama industri tambak udang Indonesia dikuasai satu kelompok usaha saja. Melalui jaringan perusahaannya, dia menguasai 60 persen produksi udang nasional, juga mendominasi industri udang di 70 negara. Tambak hanya menambah kerusakan lingkungan, tanpa memperbaiki kesejahteraan rakyat,” kata Saragih.
Petani tambak plasma asal Lampung yang juga aktivis Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu, Nafian Faiz, menyatakan, target pemerintah menetapkan standardisasi dan penambahan produksi udang nasional ironis dengan fakta ribuan petambak plasma yang kehilangan pendapatan karena tambak ditelantarkan pengelola plasma.
”Di Lampung, 4.000 petambak telantar karena 11 blok tambak plasma belum direvitalisasi. Standardisasi produksi tidak ada maknanya jika tidak meningkatkan kesejahteraan petambak,” kata Nafian. (ROW)
SERTIFIKASI TAK NAIKKAN HARGA
Rabu, 10 Maret 2010 | 03:46 WIB
Jakarta, Kompas - Pelaku budidaya udang wajib penuhi standardisasi internasional. Kewajiban itu semakin kuat seiring keputusan Aquaculture Stewardship Council membentuk lembaga sertifikasi udang tahun 2011.
Aquaculture Stewardship Council (ASC) di Jakarta, 9-11 Maret, menyusun finalisasi standardisasi budidaya dengan melibatkan negara produsen, pelaku bisnis, dan ilmuwan.
Fisheries Program Leader Word Wild Fund Indonesia Imam Musthofa menjelaskan, prinsip standardisasi antara lain budidaya ramah lingkungan, perlindungan pekerja, pengelolaan kesehatan udang, pengelolaan stok indukan, dan penyakit.
Menurut Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu PT Aruna Wijaya Sakti Nafian Faiz, sertifikasi udang tak memberikan imbal balik pada peningkatan kesejahteraan petambak. Harga udang petambak tetap rendah meski memenuhi persyaratan.
Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Ketut Sugama mengakui, standardisasi yang digulirkan ASC sulit diterapkan sepenuhnya di Indonesia. Ini karena petambak udang nasional didominasi oleh petambak rakyat dengan lahan sempit dan teknologi sederhana.
”Pemerintah berupaya meminta kelonggaran waktu pelaksanaan sertifikasi bagi petambak kecil,” ujar Ketut.
Ketua Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto mengingatkan pemerintah untuk melindungi petambak kecil agar tidak terlibas persaingan pasar. Indonesia telah menerapkan standardisasi dan sertifikasi budidaya udang yang mengacu standar internasional. Namun, sertifikasi itu belum mendunia. (ROW/LKT)
KIAMAT" BUKAN 2012 TAPI 2013
Selasa, 09/03/2010 13:48 WIB
Denpasar - LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) memperkirakan puncak siklus badai matahari bukan terjadi pada 2012. Peristiwa yang kerap dihubungkan dengan 'hari kiamat' itu bakal terjadi pada Oktober 2013.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antarika Lapan Clara Yono Yantini pada sosialisasi mengenai Fenomena Cuaca Antariksa 2012 hingga 2015 di Kampus Universitas Udayana, Jl Sudirman, Denpasar, Selasa (9/3/2010). Sosialisasi ini dihadiri puluhan ilmuwan dari Asia Tenggara, Jepang dan Rusia.
Perkiraan ini berbeda dengan isu kiamat 2012 yang diramalkan Suku Maya. Masyarakat pun banyak menghubungjan antara badai matahari tersebut dengan isu kiamat 2012.
"Siklus matahari terjadi pada rentang waktu 2010-2015. Puncak siklusnya, menurut perkiraan Lapan, terjadi pada bulan Oktober 2013. Penelitian oleh negara lain juga memperkirakan terjadi pada pertengahan 2013," kata Clara yang juga sebagai Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa Lapan.
Lapan menjelaskan badai matahari akan mundur pada 2013 karena hingga saat ini belum menemukan tanda-tanda adanya aktivitas matahari yang ekstrim sebagai puncak siklus.
Siklus matahari terjadi rata-rata sekitar 11 tahun. Siklus ini menunjukkan adanya masa awal, puncak dan akhir siklus. Saat ini, matahari sedang mengalami siklus ke-24. Saat, puncak aktivitas matahari terjadi ledakan besar di matahari.
"Ini tentu mempengaruhi kondisi cuaca antarika, termasuk menyebabkan gangguan di Bumi," kata Clara.
Efek akibat aktivitas puncak matahari ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Suhu bumi akan meningkat dan iklim berubah. Partikel-partikel matahari yang menembus lapisan atmosfer bumi akan mempengaruhi cuaca dan iklim bumi. Dampak yang paling ekstrim menyebabkan kemarau panjang. "Ini yang masih dikaji para peneliti," ujar Clara.
(gds/djo)
Petambak Plasma Protes Dominasi Swasta Di Industri Udang
Selasa, 09 Maret 2010 | 10:18 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Petambak plasma memprotes lemahnya kontrol pemerintah dalam industri udang. Mereka menilai dominasi sektor swasta terlalu besar dan mengendalikan sektor tersebut.
“Pemerintah seharusnya punya kontrol sendiri. Jangan biarkan industri udang ini dikendalikan oleh sektor swasta,” kata Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan di Jakarta, Selasa (9/3).
Riza menyesalkan tak adanya perhatian pemerintah di sektor industri udang. “Kita ini eksportir, tapi standar kualitas udang dikendalikan oleh negara-negara importir melalui sertifikasi,” katanya.
Salah satu bukti dari lemahnya kontrol pemerintah itu menurut Riza adalah terus melemahnya harga komoditas udang ekspor kita. “Tahun 2005, harga rata-rata udang di pasar luar negeri adalah US $ 11,9, sementara tahun 2008 harganya sudah turn ke kisaran US $ 6,8,” kata Riza.
Hari ini, sejumlah organisasi masyarakat akan menggelar aksi teatrikal di depan hotel Gran Melia, Kuningan, jakarta Selatan, tempat berlangsungnya shrimp aquaculture dialoque. Bersama KIARA aksi diikuti oleh gabungan Petambak Indramayu, Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu (PU3UW), Petambak Dipasena Lampung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Bina Desa.
Dalam aksi ini mereka akan menuntut penghentikan ekspansi, maksimalkan tambak udang eksisting, dan melakukan penindakan terhadap perusahaan yang terbukti bersalah melakukan perusakan lingkungan (mangrove). Mereka menyesalkan keterlibatan pemerintah yang seharusnya tidak mendukung forum tersebut.
PETAMBAK PLASMA DUKUNG PROGRAM REVITALISASI CP PRIMA
Senin, 08 Maret 2010 12:40 WIB 0 Komentar
Penulis : M Naviandri
BANDAR LAMPUNG--MI: Para petambak plasma di Lampung yang tergabung dalam PT Aruna Wijaya Sakti mendukung program revitalisasi tambak secara total oleh PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima). Selain itu, mereka menyatakan masih membutuhkan keberadaan perusahaan yang kini mengelola penambakan udang eks Dipasena itu.
Perwakilan petambak udang PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) Ferly Gandhy mengatakan pihaknya masih semangat mengerjakan tambak mereka dan perusahaan inti menyiapkan sarana dan prasana yang menjadi kebutuhan material dalam mendukung pelaksaaan revitalisasi tambak.
"Petambak plasma tetap mengharapkan program revitalisasi yang dilakukan CP Prima terus berlangsung, karena dari program yang sudah berjalan telah memberi keuntungan bagi petambak plasma," kata Ferly di Bandar Lampung, Senin (8/3).
Ferly yang mewakili 15 kepala kampung petambak plasma menyatakan hingga saat ini keberhasilan budidaya udang yang berjalan telah meningkatkan kesejahteraan para petambak yang menjadi plasma perusahaan eks Dipasena itu.
Ia juga menegaskan seluruh program revitalisasi dan perjanjian kerjasama kemitraan yang ada dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dari hasil-hasil pembahasan dan rapat bersama, sehingga segala persoalan sudah diketahui secara menyeluruh oleh kedua belah pihak.
Petambak plasma, lanjut Ferly, dengan dukungan perusahaan inti bersama-sama akan mengamankan program yang sedang berjalan. Perwakilan penambak plasma siap menjelaskan kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan permasalahan kemitraan, kondisi sosial ekonomi, dan keberhasilan yang telah dicapai.
"Berdasarkan kenyataan dan pernyataan di atas, kami perwakilan petambak plasma, meminta kepada perusahaan inti segera mengupayakan pencairan atau mencarikan kredit berupa KI (kredit investasi) dan KMK (kredit modal kerja) dari lembaga keuangan seperti, BRI, BNI, dan lain-lain," kata Ferly.
AWS merupakan merupakan salah satu dari tiga kawasan pertambakan yang dikelola CP Prima. Dua kawasan penambakan lain dikelola oleh PT Central Pertiwi Bahari (CPB) dan PT Wahyuni Mandira (WM). Total luas ketiga tambak tersebut mencapai 59.000 hektare. (VI/OL-02)
LSM DAN PETAMBAK TOLAK STANDARISASI UDANG
Selasa, 09 Maret 2010, 10:24:38 WIB
Laporan: Ari Purwanto
Jakarta, RMOL. Koalisi LSM dan petambak udang, yang terdiri dari, WALHI, KIARA, Bina Desa, KOMPI dan P3UW, menolak standarisasi udang yang akan dibahas dalam Shrimp Aquaculture Dialogue (Dialog Budidaya Udang), yang digelar di Jakarta hari ini (Selasa, 9/3) sampai besok (Rabu, 10/3).
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) M Riza Damanik menyatakan aksi penolakan ini dilakukan sebagai respon atas persoalan akibat pertambakan udang skala industri dan termasuk risiko di masa mendatang.
Sebagaimana diketahui, upaya pemerintah Indonesia meningkatkan produksi perikanan, utamanya, budidaya udang hingga 353 persen dalam periode 2010-2014 adalah berita buruk. Laju perluasan tambak berbanding lurus dengan produksi, akan tetapi berbanding terbalik dengan hasil penjualan udang Indonesia di pasar internasional yang terus menurun yakni US$11,9 per kg pada 2005 menjadi US$6,8 per kg pada 2008. Pemerintah dan petambak mengais receh dan dirundung berbagai masalah sosial dan lingkungan dari ekspor udang, sementara dunia usaha terus melakukan ekspansi.
Sementara itu Ketua Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Nafian Faiz menegaskan harga udang di tingkat petambak ditentukan oleh perusahaan dan berfluktuasi dengan dalih kualitas atau ukuran. Bahkan harga udang dari petambak Bumi Dipasena Jaya yang paling rendah dari rata-rata harga di Cold Storage Jakarta, Surabaya dan Lampung.
“Kami terlanjur terjebak dalam skema monopoli korporasi dan merugi, apalagi mengingat harga udang windu lebih tinggi di pasar tradisional Rawajitu," ungkapnya.
Kalangan pebisnis, industri ritel hingga organisasi internasional berkeinginan menggenjot produksi budidaya dunia melalui standar bisnis perikanan Aquaculture Stewardship Council (ASC) termasuk di antaranya udang. Melalui Dialog Budidaya Udang (ShAD) yang berlangsung, 9-11 Maret 2010 ini, mereka berupaya membangun kredibilitas di sejumlah negara produsen yakni di Madagaskar, Ekuador dan Bangkok termasuk Indonesia. Shrimp Aquacultulture Dialogue (ShAD) berdalih ingin memasukkan unsur lingkungan dan sosial di dalam standarnya.
"Banyak pengusaha udang skala besar tetap leluasa melakukan kejahatan terhadap petambak plasma, perempuan dan buruh. Sertifikasi usaha tidak lebih dari mekanisme liar yang tidak di atur di bawah otoritas negara, sehingga tidak mungkin memastikan berkurangnya dampak negatif industri tambak melainkan membantu pemasaran udang di AS, Uni Eropa dan Jepang dengan label hijau,” tegas Nafian.
Lita Mamonto dari Eksekutif Nasional WALHI menambahkan moratorium industri tambak udang dapat dijalankan segera melalui tiga upaya nyata. Yakni, pertama, menghentikan pembukaan lahan budidaya udang baru, sembari rehabilitasi lingkungan dan sosial. Kedua, optimalisasi tambak-tambak yang ada dengan membenahi tambak-tambak yang sudah ada, salah satunya tambak seluas 16 ribu hektar di Bumi Dipasena Jaya, Lampung. Dan ketiga, penegakan hukum, melalui audit lingkungan dan sosial untuk menghukum industri udang yang terbukti bersalah.
“Pada prinsipnya kami mendorong pemerintah Indonesia untuk tidak terlibat dalam inisiatif standar bisnis ASC, dan mengoptimalkan regulasi negara untuk mengatur tata kelola, tata produksi, dan tata niaga udang nasional” tutup Lita. [zul]
BUDIDAYA PERIKANAN NASIONAL BUTUH REGULASI
Senin, 08 Maret 2010 19:26 WIB
Penulis : Anindityo Wicaksono
JAKARTA--MI: Berbagai kalangan mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi terkait standar kegiatan budidaya perikanan nasional yang mengutamakan aspek lingkungan dan kesejahteraan petambak, terutama pada tambak-tambak intensif komoditas ekspor udang.
Pasalnya, tanpa adanya intervensi dari pemerintah, pemerintah tidak dapat mengenai sanksi perusahaan-perusahaan tambak yang melanggar praktik-praktik budidaya sesuai ketentuan sertifikasi tambak yang dikeluarkan melalui skema korporasi.
Demikian mengemuka dalam jumpa wartawan tentang aktivitas tambak udang yang diadakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Perkumpulan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jakarta, Senin (8/3).
Ketua Kiara Riza Damanik mengatakan, sertifikasi yang dikeluarkan importir memang sudah sangat ideal, mencakup hingga kelestarian alam, perburuhan, hingga praktik budidaya yang lestari. Namun demikian, sertifikasi yang dikeluarkan dengan skema swasta ke swasta (public to public/p to p) itu tidak memiliki ancaman sanksi hukum.
Akibatnya, proses evaluasinya menjadi tidak transparan, terutama ketika perusahaan tambak tidak menjalankan kewajibannya. "Kalau pemerintah memiliki perangkat hukum sendiri, petambak bisa melaporkan jika menemukan praktik-praktik budidaya yang melanggar ketentuan," ujarnya.
Selain itu, ujarnya, tanpa regulasi, pemerintah pun tidak bisa membatasi kegiatan monopoli usaha yang dilakukan korporasi pertambakan multinasional di Indonesia.
Seperti yang diindikasikan PT Central Proteinaprima (CP Prima) dengan mengambil alih dan mengelola sejumlah tambak udang intensif di Lampung dan Sumsel. "Lebih dari 60% produksi udang nasional per tahun dikelola oleh mereka," ujarnya.
Menurut dia, pembiaran aksi monopoli ini berimbas pada tidak terkontrolnya ekspansi industri udang. Laju konversi hutan bakau ke tambak udang di Indonesia terus meluas. Kiara menghitung, laju konversi hutan bakau ke tambak udang saat ini mencapai 6,7% per tahun.
Menurut dia, akibat belum adanya regulasi penangkal itu, dalam kurun 2005 hingga kini Indonesia pun terbukti tidak memiliki nilai tawar yang kuat untuk menjaga harga produk udang ekspor ke negara lain yang menguntungkan petambak. (*/OL-03)
Ekonomi | Korporasi
Produsen Udang Mulai Jual Aset
Jumat, 12 Maret 2010
Strategi Pendanaan
AKARTA – PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) yang tengah kesulitan likuiditas mulai menjual aset-asetnya.
Kali ini, perusahaan tambak udang tersebut telah menjual aset berupa tanah anak usahanya, PT Centralwindu Sejati (CWS) senilai 103 miliar rupiah.
CWS merupakan anak usaha CP Prima yang merupakan pemasok terkemuka untuk produk- produk udang bagi namanama terkemuka di industri makanan dan jaringan ritel di dunia.
Saat ini, CP Prima memiliki 99 persen saham di CWS. “Perseroan akan menerima sejumlah dana dari transaksi yang akan digunakan untuk tambahan modal kerja usaha,” kata Direktur Utama CP Prima, Erwin Sutanto, dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, Kamis (11/3).
Selain menambah modal kerja, penjualan aset tersebut juga akan mengurangi biaya perawatan dan pemeliharaan. Hasil penjualan aset juga akan berdampak positif terhadap laba bersih tahun berjalan.
Dia menjelaskan tanah milik CWS yang dijual tersebut sebenarnya merupakan fasilitas cold storage (tempat penyimpanan) untuk proses pembekuan udang dan udang olahan di Medan, Sumatra Utara, dan Sidoarjo, Jawa Timur.
Penjualan aset tersebut sekaligus akan menghentikan kegiatan operasional CWS di kedua wilayah tersebut.
Erwin mengaku saat ini kegiatan operasional di tempat penyimpanan tersebut sebenarnya sudah sangat sedikit karena CWS sebelumnya telah kehilangan pemasok udang segar.
Aset yang dijual tersebut terdiri dari dua bidang tanah dengan hak guna bangunan (HGB) masing-masing seluas 10 ribu meter persegi di Medan.
Selain itu, terdapat tanah seluas 6.590 meter persegi di Sidoarjo dan tanah lainnya di Medan 12.183 meter persegi.
Penjualan Aset Erwin menjelaskan asetaset tersebut dijual kepada PT Surya Hidup Satwa Indonesia (SHSI) yang merupakan pihak terafiliasi dengan CP Prima. Saat ini, SHSI merupakan pemegang saham 22,99 persen dari CP Prima.
Selain itu hubungan afiliasi juga terjadi karena CP Prima dan SHSI memiliki pemegang saham yang sama yakni Central Pertiwi yang menguasai 0,27 persen saham CP Prima dan 0,01 persen saham SHSI.
Kendati transaksi dengan pihak terafiliasi, Erwin mengaku transaksi tersebut dilakukan pada nilai pasar wajar dan bukan merupakan transaksi material karena nilainya masih di bawah 20 persen dari ekuitas CP Prima yang mencapai 4 triliun rupiah.
Oleh sebab itu, transaksi penjualan aset tersebut tidak memerlukan persetujuan dari pemegang saham independen.
Penilai Independen Nirboyo Adiputro dalam laporan penilaiannya menilai rencana penjualan aset oleh CWS tersebut tidak akan merugikan pemegang saham independen.
“Penjualan aset CWS akan mendatangkan keuntungan berupa adanya tambahan modal kerja operasional untuk tambaktambak yang ada di Grup CP Prima lainnya,” katanya.
nse/E-7
TAMBAK UDANG CP Prima Diberi Waktu Tiga Bulan
TAMBAK UDANG CP Prima Diberi Waktu Tiga Bulan
Ditulis Oleh Administrator
Friday, 19 February 2010
Kamis, 18 Februari 2010 | 03:10 WIB
Jakarta, Kompas - PT Central Proteinaprima atau CP Prima diberi batas waktu tiga bulan untuk menyelesaikan persoalan revitalisasi tambak udang plasma yang dikelola PT Aruna Wijaya Sakti atau AWS, anak perusahaan CP Prima.
Hal itu dikemukakan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Jakarta, Rabu (17/2).
Ada tiga opsi yang ditawarkan kepada CP Prima. Pertama, melanjutkan revitalisasi dengan dana sendiri. Kedua, mencari sumber pembiayaan lain apabila dana perusahaan tak mencukupi. Ketiga, menjual aset tambak udang plasma PT AWS kepada perusahaan lain jika perusahaan tidak mampu melanjutkan revitalisasi.
Pasca-akuisisi aset Dipasena Citra Darmaja tahun 2007, PT CP Prima berkomitmen memperbaiki sarana dan prasarana tambak agar petambak plasma bisa segera membudidayakan udang.
Revitalisasi direncanakan di 16 blok tambak plasma di areal 16.250 hektar. Namun, baru lima blok yang direvitalisasi.
Menanggapi hal itu, Corporate Communication Manager CP Prima Fajar Reksoprodjo belum bisa berkomentar karena belum mendapat informasi.
Petambak plasma udang PT AWS, diwakili Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu PT AWS Nafian Faiz, mendatangi Komisi IV DPR mengeluhkan nasib petani tambak plasma akibat revitalisasi tambak yang tak kunjung selesai.
Ketua Komisi IV DPR Ahmad Muqowam menyatakan, pihaknya akan memanggil manajemen CP Prima. (LKT)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/18/0310195/cp.prima.diberi.waktu.tiga.bulan
Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Lampung
Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Lampung
P3UW 05/02/10, Lampung - Menyikapi pemberitaan beberapa media hari ini 5 Februari 2010, tentang pernyataan mentri DKP bapak FADEL MUHAMMAD tentang keinginan beliau untuk menyelesaikan program Revitalisasi Bumi Pertambakan Dipasena dan tidak menentunya keadaan Plasma dan Karyawan pasca dijualnya PT Dipasena Citra Darmaja (sekarang PT. Aruna Wijaya Sakti/AWS) oleh Pemerintah kepada Konsorsium Neptun/PT CPP tiga tahun yang lalu. Yakni pernyataan bapak mentri, “meminta kepada PT.CPP menjual kembali PT AWS (Dipasena) sehubungan dengan gagalnya PT.CPP mervitalisasi pertambakan bumi dipasena Tulang Bawang Lampung” dengan ini kami, P3UW menyampaikan kepada rekan-rekan media sebagai berikut:
Plasma berharap banyak kepada pemerintah, dan mendorong Mentri DKP Fadel Muhammad untuk mengambil langkah konkrit agar PT.CPP segera merevitalisasi bumi pertambakan dipasena, termasuk keinginan Mentri mendorong PT.CPP menjual PT.AWS kepada investor lain.
Plasma melihat selama 3 tahun ini PT.CPP telah gagal menunaikan komitmennya, merevitalisasi pertambakan bumi dipasena dengan telah beberapa kali melanggar komitmen waktu penyelesaian revitalisasi yang semula dijanjikan kurang dari dua tahun sejak dibelinya PT. Dipasena Citra Darmaja 3 tahun yang lalu.
Berlarut-larutnya penyelesaian revitalisasi pertambakan bumi dipasena, akan berdampak negatif bagi ekonomi puluhan ribu masyarakat di kecamatan Rawajitu Timur (8 kampung/desa) baik plasma dan keluarga beserta karyawan dan keluarga dan juga masyarakat kabupaten Tulang Bawang pada umumnya, diantaranya:
1. PT. CPP telah memindahkan beberapa mesin pembangkit listrik (ph) dari PT.AWS dan PT.WM ke tempat anak perusahaan PT.CPP diluar pertambakan bumi dipasasena.
2. Menghentikan kegiatan r&d dan mem-PHK karyawannya.
3. PT CPP menghentikan operasional pabrik pakan “bestari”, memindahkan mesin produksinya dan mem-PHK karyawannya.
4. Ribuan karyawan terpaksa kehilangan pekerjaannya.
5. Terjadinya kesenjangan ekonomi antara kampung yang telah direvit (5 blok) dengan yang belum direvit (11 blok), yang menyebabkan timbulnya kecemburuan sosial dan berdampak tidak terciptanya keamanan yang kondusif di lingkungan pertambakan.
6. 5 blok yang sudah direvitalisasi produksinya tidak dimaksimalkan, padahal tambak-tambak tersebut dapat menghasilkan 4 s/d 5 ton/tambak, bahkan terakhir PT.CPP berkeinginan mengurangi produksinya dibawah 1 ton/tambak dengan sistem budidaya udang dicampur nila, PT.CPP berdalih masalah virus, padahal itu semata-mata PT.CPP tidak mempunyai dana yang cukup.
Tertund-tundanya dan berubah-ubahnya janji PT.CPP untuk penyelesaian revitalisasi PT.CPP, telah menyebabkan ketidakpercayaan plasma, baik terhadap kemampuan keuangan maupun niat awal konsorsium neptun (PT.CPP) untuk segera membangkitkan kembali ekonomi masyarakat dan menghasilkan devisa bagi negara.
Disarankan agar para wartawan dan media melakukan 'laporan investigasi', karena 'penundaan revitalisasi' yang terjadi menurut kami adalah merupakan buah karya dari oknum PT.PPA (periode 2002 ~ 2007) bersama manajemen 'CPP' yang faktanya telah menciptakan kondisi sbb:
1. Menggagalkan kebijakan KKSK, DPR dan Program 100 hari SBY jilid-1 (2004).
2. Merugikan negara sebesar 18 triliun lebih (aset bernilai 19 triliun dijual hanya dengan nilai 888 milyar = 668 M hasil Penjualan Saham Dipasena dan = 220 M penjualan Hak Tagih Plasma).
3. Melepaskan peluang eksport Indonesia ke Thailand.
4. Menggagalkan potensi PAD Pemda Tulang Bawang.
5. Menggagalkan rencana perolehan Devisa yang dicanangkan Men. DKP melalui dalam Program 100 hari SBY jilid 2 (2010).
6. Merugikan masyarakat pasar modal yang membeli saham CPRO pada periode 2007 ~ 2008.
7. Merugikan para pemegang obligasi CPP.
8. Merugikan rakyat Indonesia yang menempatkan dananya di bank yang memberikan pinjaman bagi CPP.
Demikian disampaikan, terimakasih.
Kontak person:
Nafian Faiz (Ketua P3UW) 081279345550/O81541000099
Towilun (Wakil ketua P3UW) 08127238084
Purdianto (Kepala kampung Bumi dipasena Agung) 081541046793
Syukri J Bintoro (Sekretaris P3UW) 081279777810/085840844195
Pemegang Obligasi CP Prima Setujui Standstill Agreement
Pemegang Obligasi CP Prima Setujui Standstill Agreement
Kamis, 18 Februari 2010 07:53 WIB source: http://www.mediaindonesia.com
Penulis : Andreas Timothy
JAKARTA--MI: PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) menyatakan standstill agreement antara perseroan dan pemegang obligasi Blue Ocean Resources (BOR) telah efektif berlaku.
Hal tersebut ditunjukan dengan penandatanganan standstill agreement yang meneguhkan komitmen mereka untuk bekerja sama dengan manajemen CP Prima dalam mencari solusi yang bisa diterima bersama terhadap permasalahan yang dialami perseroan.
"O’Melveny & Myers LLP, kuasa hukum yang mewakili pemegang Guaranteed Senior Secured Notes 11% 2012 telah memberikan konfirmasi bahwa para pemegang obligasi, yang mewakili mayoritas dari seluruh obligasi, telah menandatangani standstill agreement," kata Direktur Utama CP Prima Erwin Sutanto, dalam penjelasan tertulis yang diumumkan perseroan, Rabu (17/2).
Erwin menjelaskan, manajemen CP Prima telah menunjuk Houlihan Lokey, penasihat keuangan spesialis restrukturisasi pada bulan Juni 2009 menyelesaikan permasalahan hingga tercapai standstill agreement.
Dalam standstill agreement ditegaskan bahwa sepanjang CP Prima melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut, para pemegang Obligasi tidak akan menyatakan wanprestasi (Event of Default), meminta akselerasi / percepatan pembayaran hutang pokok sebesar US$325 juta atau memulai atau melanjutkan tindakan pemulihan hutang terhadap perseroan, atau mengambil langkah‐langkah untuk melakukan eksekusi atas jaminan, atau melakukan langkah langkah apapun untuk memulai suatu proses kepailitan terhadap penerbit obligasi, para penjamin obligasi atau aset‐aset mereka.
"Perjanjian tersebut berlaku sampai dengan 28 Juni 2010, sehingga para pemegang obligasi dan perseroan dapat melakukan pembicaraan‐pembicaraan mengenai potensi restrukturisasi obligasi yang dapat disepakati secara bersama," jelasnya.
Sekretaris Perusahaan CPRO Albert Sebastian mengatakan, dengan efektinya standstill agreement ini maka CP Prima berharap otoritas bursa segera membuka suspensi saham perseroan. "Standstill agreement-nya sudah efektif dan kami mohon agar suspens saham CPRO dilepas," kata Albert.
Seperti diketahui, Blue Ocean Resources (BOR) menerbitkan Guaranteed Senio Secured Notes US$325 juta dengan libor 11%. Keterlambatan pembayaran bunga ini lantaran penurunan kinerja CP Prima dan ada serangan virus di tambak udang perseroan.
Sebelumnya, otoritas bursa kembali menghentikan sementara perdagangan saham (suspen) saham Central Proteinaprima sejak sesi pertama transaksi Senin 1 Februari 2010. Suspensi atas saham CP Prima merujuk surat perseroan nomor 006/CPP-JKT/CS/10 tanggal 27 Januari 2010 tentang keterbukaan informasi Central Proteinaprima terkait penjelasan Fitch Rating tanggal 29 Januari 2010.
Fitch menurunkan peringkat atas notes yang dikeluarkan Blue Ocean Resources Pte Ltd, anak usaha perseroan. Penghentian sementara perdagangan efek Central Proteinaprima di seluruh pasar itu dilakukan hingga pengumuman lebih lanjut. (*/OL-03)
Pencabutan suspensi CP Prima belum pasti
Rabu, 17/02/2010 19:29:51 WIBOleh: Christine Felicia source: http://web.bisnis.com
JAKARTA (Bisnis.com): Bursa Efek Indonesia (BEI) belum memastikan kapan akan membuka kembali perdagangan saham PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) meskipun perjanjian standstill telah efektif setelah mengantongi persetujuan di atas 50% dari pemegang obligasi.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito menjelaskan akan melakukan pendalaman terlebih dahulu terhadap jawaban CP Prima dalam keterbukaan informasi.
“Kami akan dalami terlebih dahulu apa isinya, setelah itu baru akan mengolahnya. Kalau semua persyaratan sudah cukup, nanti ditindaklanjuti,” ujarnya yang dihubungi oleh Bisnis.com malam ini.
Menurut dia, waktu pencabutan suspensi ini tidak dapat diperkirakan. Tapi secepatnya setelah semua data lengkap akan diselesaikan.
Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia 17 Februari lalu, manajemen CP Prima berharap Bursa Efek Indonesia bisa membuka kembali perdagangan saham perseroan di pasar setelah standstill selama 6 bulan menjadi efektif.
Selama periode standstill, para pemegang obligasi tidak akan mengeksekusi jaminan dari obligasi yang diberikan Blue Ocean Resources, perseroan atau pihak terkait lainnya terkait dengan surat utang itu.
CP Prima menjadi penjamin surat utang yang diterbitkan oleh anak perusahaannya Blue Ocean Resources senilai US$325 juta. Namun, Blue Ocean tidak sanggup membayar bunga obligasi US$17 juta yang jatuh tempo pada 28 Desember 2009. (M04/wiw)
Fadel Beri Waktu Tiga Bulan untuk CP Prima
KONTAN
Fadel Beri Waktu Tiga Bulan untuk CP Prima
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad tampak geram dengan macetnya revitalisasi tambak udang PT Aruna Wijaya Sakti (eks Dipaseca Citra Darmaja) oleh PT Central Proteinaprima (CP Prima) di Lampung.
CP Prima wajib merevitalisasi tambak eks Dipasena itu pasca mengakuisisi Dipasena melalui PT PPA, medio 2007 silam. Namun, karena tampak tersendat-sendat, Fadel memberi batas waktu kepada CP Prima selama tiga bulan, jika tidak dipenuhi maka akan mendesak CP Prima agar menjual ke investor lain.
Menurut Fadel, saat ini sudah ada beberapa investor yang melirik tambak udang CP Prima, satu dari dalam negeri, satu lagi dari Malaysia.
Fadel mengaku sudah bertemu dengan Menteri Keuangan dan sejumlah Menteri lain membahas rencana revitalisasi tambak udang itu. Dia juga mengklaim, bersama pejabat eselon I Kementrian Kelautan, sedah bertemu dengan manajemen CP Prima membahas kelanjutan revitalisasi. Dari pemaparan manajemen CP Prima, mereka bersedia menjual ke investor lain, kata Made L Nurjana, Dirjen Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Corporate Communication CP Prima, Fajar Reksoprodjo, mengaku belum mendengar rencana pemerintah itu, dan menegaskan selama ini proses revitalisasi tambak sudah berjalan menggunakan dana internal. Dan menurutnya, perlambatan revitalisasi memang terjadi karena ada pengurangan belanja modal.
Sejatinya, desakan Fadel itu seiring tekanan para petambak Aruna Wijaya. Kemarin (17/2), sejumlah petambak yang tergabung dalam Perhimpunan Petambak Palsma Udang Windu (P3UW) PT Aruna Wijaya berunjuk rasa, di sela-sela Rapat Koordinasi Menetrian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta. Mereka akan menagih janji Fadel yang akan ikut desak CP Prima merevitalisasi tambak.
KOMPAS
CP Prima Diberi Waktu Tiga Bulan
Fadel Muhammad mengemukakan, PT Central Proteinaprima atau CP Prima atau CP Prima diberi batas waktu tiga bulan untuk menyelesaikan persoalan revitalisasi tambak udang plasma yang yang dikelola PT Aruna Wijaya Sakti atau AWS, anak perusahaan CP Prima.
Ada tiga opsi yang ditawarkan kepada CP Prima, Pertama, melanjutkan revitalisasi dengan dana sendiri, Kedua, mencari sumber pembiayaan lain apabila dana perusahaan tak mencukupi. Ketiga, menjual aset tambak udang plasma PT AWS kepada perusahaan lain jika perusahaan tidak mampu melanjutkan revitalisasi.
Pasca-akuisisi aset Dipasena Citra Darmaja tahun 2007, PT CP Prima berkomitmen memperbaiki sarana dan prasarana tambak agar petambak plasma bisa segera membudidayakan udang. Revitalisasi direncanakan di 16 blok tambak plasma di areal 16.250 hektar. Namun, baru lima blok yang direvitalisasi.
Menanggapi hal itu, Corporate Communication Manager CP Prima, Fajar Reksoprodjo, belum bisa berkomentar karena belum mendapat informasi.
Petambak plasma udang PT AWS, diwakili Ketua Perhimpunan Plasma Udang Windu PT AWS Nafian Faiz, mendatangi Komisi IV DPR mengeluhkan nasib petani tambak plasma akibat revitalisasi tambak yang tak kunjung selesai. Ketua Komisi IN DPR Ahmad Muqowam menyatakan, pihaknya akan memanggil manajemen CP Prima.
INVESTOR DAILY
Petambak Udang Tuntut Revitalisasi
Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Dipasena Lampung menuntut manajemen CP Prima untuk merevitalisasi eks tambak udang Dipasena.
Dari komitmen 16 blok yang akan dikembangkan hanya lima blok yang direvitalisasi, kata Ketua P3UW Nafian Faiz kepada Ketua Komisi IV DPR Ahmad Muqowam. Nafian Faiz mengharapkan, menejemen CP Prima dapat segera merevitalisasi seluruh tambak untuk memenuhi komitmennya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengakui masalah tambak udang Dipasena ini sangat sulit. Menurutnya, tidak mudah mencari investor tambak udang seluas 16 hektar di Lampung ini. Namun demikian, Fadel mengatakan, telah membahas masalah itu dengan manajemen CP Prima, dan sudah bertemu secara informal dengan manajemen CP Prima, dan meminta mereka membereskan permasalahan itu dengan segera.
Central Proteinaprima Kembali Disuspensi
Central Proteinaprima Kembali Disuspensi
Senin, 1 Februari 2010 - 09:50 wib
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali melakukan penghentian sementara atas perdagangan (suspensi) saham PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) pada pedagangan sesi I hari ini.
Menurut Pjs Kepala Divisi Perdagangan Saham Andre PJ Toelle, suspensi ini terkait dengan penurunan rating atas notes yang dikeluarkan oleh anak usaha perseroan, Blue Ocean Resources Pte Ltd pada 29 Januari lalu.
"Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek CPRO di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek 1 Februari 2010 sampai dengan pengumuman lebih lanjut," jelasnya.
Bursa juga telah meminta pernjelasan lebih lanjut atas keterbukaan informasi tersebut kepada perseroan. Sebelumnya, perseroan akan melakukan pembicaraan dengan working group dari para pemegang notes dalam rangka restrukturisasi obligasi (notes) yang gagal bayar selama enam bulan yang disebut dengan periode standstill.
"Selama periode standstill, pemegang notes dan perseroan, antara lain akan dengan itikad baik melakukan negosiasi untuk mengambil langkah-langkah berikutnya ke arah restrukturisasi dari notes tersebut," kata Direktur CPRO Gunawan Taslim, beberapa waktu lalu.
Sekadar mengingatkan, anak usaha CPRO di Singapura, Blue Ocean Resources Pte Ltd (BOR) belum dapat membayar bunga atas notes yang jatuh tempo pada 28 Desember 2009 sebesar USD17,875 juta.
Kegagalan pembayaran ini adalah karena penurunan kinerja keuangan perseroan yang disebabkan oleh terjadinya serangan virus terhadap tambak-tambak udang milik anak perusahaan sejak April 2009 lalu.
Dijelaskannya, berdasarkan standstill agreement, selama periode standstill tersebut, pemegang notes tidak akan melakukan suatu tindakan mempercepat jatuh tempo pembayaran pinjaman pokok sebesar USD325 juta, melakukan eksekusi atas jaminan dari notes yang diberikan oleh BOR, perseroan ataupun pihak terkait lainnya sehubungan dengan notes tersebut.
Pemegang notes juga dilarang untuk melakukan segala langkah untuk memulai permohonan kepailitan atas BOR dan perseroan atau terhadap harta kekayaan BOR dan perseroan. "Pada saat ini, perseroan sedang mempersiapkan proposal untuk restrukturisasi notes dimaksud yang akan segera disampikan kepada para pemegang notes," tambahnya.
Perseroan berharap agar restrukturisasi notes tersebut dapat segera tercapai dengan para pemegang notes, dan dapat ditandatangani dalam waktu yang tidak terlalu lama.
(ade)
Central Proteinaprima Kembali Disuspensi
Central Proteinaprima Kembali Disuspensi
Senin, 1 Februari 2010 - 09:50 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali melakukan penghentian sementara atas perdagangan (suspensi) saham PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) pada pedagangan sesi I hari ini.
Menurut Pjs Kepala Divisi Perdagangan Saham Andre PJ Toelle, suspensi ini terkait dengan penurunan rating atas notes yang dikeluarkan oleh anak usaha perseroan, Blue Ocean Resources Pte Ltd pada 29 Januari lalu.
"Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek CPRO di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek 1 Februari 2010 sampai dengan pengumuman lebih lanjut," jelasnya.
Bursa juga telah meminta pernjelasan lebih lanjut atas keterbukaan informasi tersebut kepada perseroan. Sebelumnya, perseroan akan melakukan pembicaraan dengan working group dari para pemegang notes dalam rangka restrukturisasi obligasi (notes) yang gagal bayar selama enam bulan yang disebut dengan periode standstill.
"Selama periode standstill, pemegang notes dan perseroan, antara lain akan dengan itikad baik melakukan negosiasi untuk mengambil langkah-langkah berikutnya ke arah restrukturisasi dari notes tersebut," kata Direktur CPRO Gunawan Taslim, beberapa waktu lalu.
Sekadar mengingatkan, anak usaha CPRO di Singapura, Blue Ocean Resources Pte Ltd (BOR) belum dapat membayar bunga atas notes yang jatuh tempo pada 28 Desember 2009 sebesar USD17,875 juta.
Kegagalan pembayaran ini adalah karena penurunan kinerja keuangan perseroan yang disebabkan oleh terjadinya serangan virus terhadap tambak-tambak udang milik anak perusahaan sejak April 2009 lalu.
Dijelaskannya, berdasarkan standstill agreement, selama periode standstill tersebut, pemegang notes tidak akan melakukan suatu tindakan mempercepat jatuh tempo pembayaran pinjaman pokok sebesar USD325 juta, melakukan eksekusi atas jaminan dari notes yang diberikan oleh BOR, perseroan ataupun pihak terkait lainnya sehubungan dengan notes tersebut.
Pemegang notes juga dilarang untuk melakukan segala langkah untuk memulai permohonan kepailitan atas BOR dan perseroan atau terhadap harta kekayaan BOR dan perseroan. "Pada saat ini, perseroan sedang mempersiapkan proposal untuk restrukturisasi notes dimaksud yang akan segera disampikan kepada para pemegang notes," tambahnya.
Perseroan berharap agar restrukturisasi notes tersebut dapat segera tercapai dengan para pemegang notes, dan dapat ditandatangani dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Walhi Tingkatkan Kapasitas Petambak Dipasena
Walhi Tingkatkan Kapasitas Petambak Dipasena
LAPORAN WARTAWAN TRIBUN LAMPUNG JUWENDRA ASDIANSYAH
Jumat, 15 Januari 2010 | 10:37 WIB
BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung memfasilitasi workshop penguatan kelembagaan dan team building bagi Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), di Dipasena, Rawajitu, Lampung, Kamis-Jumat (14-15/1).
Acara yang diikuti 75 orang pengurus P3UW menghadirkan sejumlah pembicara di antaranya Direktur Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, Erwin Usman dan Hendrawan (Walhi), Dani Stiawan (Koordinator Nasional Koalisi Anti Utang), dan Riza Damanik (Direktur Kiara).
"Kegiatan ini bertujuan menyusun program kerja dan kampanye strategis P3UW sampai tahun 2014, sekaligus peningkatan kapasitas SDM dalam konteks gerakan kampanye serta analisis modal dan kebijakan," kata fasilitator kegiatan yang juga Manajer Walhi Regional Sumatera Mukri Friatna, Jumat (15/1).
EDITOR JUWENDRA ASDIANSYAH
Suspensi Dicabut, Saham CPRO Langsung Turun
Suspensi Dicabut, Saham CPRO Langsung Turun
Selasa, 19 Januari 2010 - 10:01 wib
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencabut kembali penghentian sementara (suspensi) perdagangan saham PT Central Proteinaprima Tbk (SPRO) mulai sesi I perdagangan Selasa (19/1/2010) ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pjs Kepala Divisi Perdagangan Saham BEI Andre PJ Toelle dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (19/1/2010).
Saham perseroan pun langsung turun sebanyak Rp7 menjadi Rp53 per sahamnya. Dengan nilai transaksi sebesar Rp4,8 miliar dan volume saham sebanyak 91 juta lembar saham.
Bursa menjelaskan pencabutan suspensi tersebut karena pihak perseroan telah memberikan penjelasan tertulis kedua yang diterima BEI pada 15 Januari 2010 yang merupakan jawaban atas pertanyaan BEI sebelumnya.
Dalam keterangan tertulisnya tersebut, perseroan menjelaskan bahwa bunga obligasi yang diterbitkan anak usaha perseroan, Blue Ocean Resources Pte Ltd yang jatuh tempo pada 28 Desember 2009 memang belum dibayarkan. Namun, sesuai perjanjian, sejak tanggal jatuh tempo tersebut, perseroan masih mendapat kesempatan 30 hari.
Jika setelah berakhirnya periode remedy 30 hari, kupon belum dapat dibayar, maka perseroan akan mencoba mengajukan suatu standstill agreement dengan pihak pemegang obligasi.
Standstill agreement dapat dilakukan jika pemegang obligasi sepakat untuk tidak mengambil langkah hukum terhadap perseroan. Sementara, pihak pemegang obligasi dan perseroan melakukan negosiasi dengan itikad baik untuk mengambil langkah selanjutnya menuju restrukturisasi.
Untuk perjanjian kredit yang mengandung klausula cross default, perseroan telah mendiskusikannya dengan pihak kreditur serta dimintakan pengecualian. Sedangkan covenant lainnya, yang tidak dapat dipenuhi, akan dimintakan pengecualian atau pengesampingan.
(ade)
Saham Disuspen
Saham Disuspen
BEI Bisa Panggil Manajemen CP Prima
Pemanggilan akan dilakukan jika perseroan tidak menanggapi permintaan penjelasan BEI.
Jum'at, 8 Januari 2010, 15:14 WIB
Arinto Tri Wibowo, Nerisa
VIVAnews - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berpeluang memanggil manajemen PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO). Pemanggilan itu akan dilakukan jika perseroan tidak menanggapi surat permintaan penjelasan otoritas bursa.
"Kami telah melayangkan surat kepada Central Proteinaprima," kata Direktur Utama BEI Ito Warsito di gedung bursa efek, Jakarta, Jumat 8 Januari 2010.
Ito mengatakan, otoritas bursa meminta penjelasan mengenai potensi gagal bayar pembayaran kupon obligasi anak usaha perusahaan. Hal itu memicu peluang penurunan peringkat obligasi anak usaha itu oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings.
Dia mengungkapkan, pemanggilan kepada manajemen Central Proteinaprima akan dilakukan jika penjelasan perusahaan dinilai kurang memuaskan. "Kami juga masih akan menghentikan sementara (suspen) perdagangan sahamnya di bursa," tuturnya.
Sementara itu, Manajer Komunikasi Korporasi Central Proteinaprima Fajar Reksoprodjo mengungkapkan, perusahaan akan menanggapi surat yang dilayangkan BEI. Saat ini, Central Proteinaprima sedang membahas jawaban tersebut.
"Penjelasan tertulis akan disampaikan secepatnya," kata dia saat dikonfirmasi VIVAnews.
BEI menghentikan sementara perdagangan saham Central Proteinaprima sejak sesi pertama transaksi hari ini. Suspensi dilakukan di pasar reguler, tunai, dan negosiasi.
Pada transaksi terakhir sebelum disuspen, Kamis 7 Januari 2010, harga saham Central Proteinaprima ditutup melemah Rp 1 ke posisi Rp 60 per saham.
arinto.wibowo@vivanews.com
Restrukturisasi Notes, CPRO Negosiasi Selama 6 Bulan
Restrukturisasi Notes, CPRO Negosiasi Selama 6 Bulan
Kamis, 28 Januari 2010 - 09:54 wib
JAKARTA - PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) mengungkapkan akan melakukan pembicaraan dengan working group dari para pemegang notes dalam rangka restrukturisasi obligasi (notes) yang gagal bayar selama enam bulan yang disebut dengan periode standstill.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur CPRO Gunawan Taslim dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Kamis (28/1/2010).
"Selama periode standstill, pemegang notes dan perseroan, antara lain akan dengan itikad baik melakukan negosiasi untuk mengambil langkah-langkah berikutnya ke arah restrukturisasi dari notes tersebut," katanya.
Sekadar mengingatkan, anak usaha CPRO di Singapura, Blue Ocean Resources Pte Ltd (BOR) belum dapat membayar bunga atas notes yang jatuh tempo pada 28 Desember 2009 sebesar USD17,875 juta.
Kegagalan pembayaran ini adalah karena penurunan kinerja keuangan perseroan yang disebabkan oleh terjadinya serangan virus terhadap tambak-tambak udang milik anak perusahaan sejak April 2009 lalu.
Dijelaskannya, berdasarkan standstill agreement, selama periode standstill tersebut, pemegang notes tidak akan melakukan suatu tindakan mempercepat jatuh tempo pembayaran pinjaman pokok sebesar USD325 juta, melakukan eksekusi atas jaminan dari notes yang diberikan oleh BOR, perseroan ataupun pihak terkait lainnya sehubungan dengan notes tersebut.
Pemegang notes juga dilarang untuk melakukan segala langkah untuk memulai permohonan kepailitan atas BOR dan perseroan atau terhadap harta kekayaan BOR dan perseroan.
"Pada saat ini, perseroan sedang mempersiapkan proposal untuk restrukturisasi notes dimaksud yang akan segera disampikan kepada para pemegang notes," tambahnya.
Perseroan berharap agar restrukturisasi notes tersebut dapat segera tercapai dengan para pemegang notes, dan dapat ditandatangai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Langganan:
Postingan (Atom)