Senin, 12 Oktober 2009 | 03:51 WIB
Syukri J Bintoro, Wakil Sekretaris Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), yang dihubungi di Rawajitu, Minggu (11/10), mengatakan, aksi sekitar 5.000 pengelola plasma udang itu berlangsung damai.
Revitalisasi tambak yang dimaksud adalah tambak-tambak yang rusak diperbaiki/difungsikan lagi, antara lain menambal kebocoran tambak dan tanggul, mengganti kincir air, dan memperbaiki saluran pembuangan dan pemasukan air tambak.
Di Jakarta, Manajer Komunikasi PT Central Proteinaprima (CP Prima) Fajar Reksoprodjo, Minggu siang, menegaskan, CP Prima berkomitmen menyelesaikan proyek revitalisasi tambak udang AWS. Upaya memperkecil dampak penundaan revitalisasi bagi petambak plasma, di antaranya, menawarkan petambak plasma yang belum tersentuh revitalisasi tambak untuk mengelola tambak milik perusahaan lewat kerja sama operasi (KSO).
Para petambak plasma udang itu menolak rencana perusahaan untuk mengundurkan kembali pelaksanaan program revitalisasi. ”Sejak kawasan pertambangan milik Dipasena Grup diakuisisi CP Prima pada 2007, rencana revitalisasi tidak tuntas. Yang ada, pengunduran-pengunduran program,” ujar Syukri.
Data P3UW menunjukkan, sesuai kesepakatan, pasca-akuisisi Mei 2007, perusahaan memprogramkan revitalisasi seluruh tambak di kawasan 16.250 hektar itu selesai pada September 2009. Namun, revitalisasi berjalan sangat lambat. Sesuai kesepakatan baru, April 2009, perusahaan bersedia menyelesaikan revitalisasi pada Desember 2011. Namun, petambak menuntut dipercepat.
Wakil Ketua P3UW Thowilun mengatakan, sejak 2007-Oktober 2009, baru tambak di Blok 0, 1, 2, dan 3 yang direvitalisasi. Adapun pascakesepakatan April 2009, revitalisasi baru 70 persen terlaksana di Blok 7. Lambatnya revitalisasi mengakibatkan utang plasma dari biaya hidup bulanan Rp 900.000 per keluarga, dan utang budidaya membengkak Rp 56 juta-Rp 94 juta per keluarga.
Manajer Komunikasi CP Prima Fajar Reksoprodjo mengemukakan, pemunduran jadwal revitalisasi tambak udang plasma di AWS, anak perusahaan CP Prima, di luar kendali perusahaan. Program revitalisasi tambak merupakan proyek pengeluaran (belanja modal), sedangkan pendanaan perusahaan mengalami kendala karena dampak krisis keuangan global. Perusahaan harus berhemat dalam pengelolaan keuangan. ”Kami menawarkan petambak plasma yang belum tersentuh revitalisasi untuk mengelola tambak milik perusahaan lewat KSO,” kata Fajar.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan (DKP) Made L Nurdjana berjanji segera mencari tahu permasalahan yang dialami perusahaan. Namun, pihaknya tidak bisa sepenuhnya turut campur dalam menyelesaikan konflik antara kedua pihak. ”(Konflik) ini, masalah antara petambak dan perusahaan, DKP tidak bisa leluasa terlibat. Peran DKP adalah pengawalan revitalisasi secara teknis,” kata Made.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar